Sakramen Baptis

  • Membaptis berasal dari bahasa Yunani Baptizo yang berarti pembasuhan atau pencucian, sehingga membaptis berarti membenamkan calon ke dalam air atau menuangkan air ke atas kepala sambil mengucap atas nama Bapa dan Putera dan Roh Kudus. Sakramen baptis merupakan sakramen dasar bagi orang Kristiani, dengan dibaptis berarti orang bergabung menjadi anggota Gereja Setelah kebangkitan, Yesus memberikan tugas perutusan kepada para rasul untuk membaptis (Mat 28:19). Maka sejak Pentakosta Gereja melayani Sakramen pembaptisan kepada setiap orang yang percaya kepada Kristus.

 

  • Lambang dari sakramen baptis antara lain:
    1) Air yang berarti membersihkan dari dosa-dosa. Dalam perjanjian lama air dilihat sebagai sumber kehidupan dan kematian, contohnya dalam kisah bahtera Nuh yang diselamatkan lewat air, dalam kisah penyebrangan Laut merah yang membebaskan Israel dari perbudakan di Mesir, semua pralambang dalam perjanjian lama ini digenapkan dalam diri Yesus, di kayu salib, air dan darah keluar dari lambung yang ditikam,
    2) Lilin yang melambangkan cahaya Kristus sebagai penerang dalam kehidupan, karena kita adalah anak terang Kristus (Ef 5:8).
    3) Kain Putih yang melambangkan kita “mengenakan Kristus” artinya bahwa sesudah dibaptis kita mengandalkan kekuatan Kristus dalam menjalani hidup.
  • Pembaptisan dapat dibedakan menjadi 2 yaitu:
    1) Baptisan dewasa.
    Untuk baptisan dewasa ada beberapa syarat yang harus dipenuhi sebagai berikut: percaya kepada Kristus sebagai penyelamat, mengikuti pelajaran calon katekumen sekurang-kurangnya satu tahun, mengucapkan pengakuan iman pada waktu pembaptisan.
    2) Baptisan bayi.
    Beberapa syarat untuk baptisa bayi adalah: perlu pendampingan orangtua dan Gereja untuk mengucapkan pengakuan iman. Gereja membaptis bayi karena ketika bayi lahir dosa asal sudah ada maka pembatisan bayi berarti bayi telah diselamatkan dari kuasa jahat untuk dibebaskan menjadi anak-anak Allah.
  • Dalam proses pembaptisan dewasa ada tahapan-tahapan yang harus dilalui yakni:
    a) Masa Prakatekumenat: masa pemurnian motivasi calon, yang diakhiri dengan upacara tahap pertama: pelantikan menjadi katekumen.
    b) Masa Katekumenat: masa pengajaran dan pembinaan iman serta latihan hidup dalam jemaat yang diakhiri dengan upacara tahap kedua: Upacara pengukuhan Katekumenat terpilih,
    c) Masa persiapan terakhir yakni masa khusus untuk mempersiapkan diri menerima sakramen–sakramen inisiasi dan diakhiri dengan tahap ketiga Upacara peneriman sakramen baptis.
    d) Masa mistagogi: masa pembinaan lanjutan setelah seseorang menerima sakramen baptis.
  • Ada beberapa istilah yang kita jumpai untuk mempelajari sakramen baptis, yakni:
    Katekumen (calon baptis),
    katekis (guru pengajar agama dalam gereja),
    Katekese (bahan ajaran/pewartaan tentang Yesus Kristus),
    Katekismus (kamus/buku yang mencakup materi pewartaan Yesus Kristus).
  • Menurut Kitab Hukum Kanonik, hendaknya Calon baptis didampingi oleh wali baptis, yang bertugas untuk mendampingi calon baptis dewasa dalam inisiasi kristiani, dan bersama orangtua calon baptis bayi untuk dibaptis, dan juga mengusahakan agar yang dibaptis hidup secara kristiani yang sesuai dengan baptisnya serta memenuhi dengan setia kewajiban-kewajiban yang melekat pada baptis itu” (No. 872). 
  • Buah atau rahmat dari pembaptisan adalah:
    1) Menghapuskan dari segala dosa,
    2) Dilahirkan kembali menjadi anak Allah,
    3) Mendapat rahmat pengudusan dan pembenaran yang mempersatukan seseorang dengan Kristus dan Gereja-Nya,
    4) Ikut ambil bagian dari tugas Gereja, dan
    5) Dimateraikan yang menandakan menjadi milik Kristus selama-lamanya.
  • Sakramen baptis merupakan sakramen dasar bagi orang Kristiani, dengan dibaptis berarti orang bergabung menjadi anggota Gereja Setelah kebangkitan, Yesus memberikan tugas perutusan kepada para rasul untuk membaptis (Mat 28:19). 
  • Dalam Gereja Katolik, secara umum yang lazim dipergunakan dalam pembaptisan adalah dengan menuangkan air, bukan dengan menenggelamkan. 
  • Lambang yang dipergunakan dalam sakramen baptis antara lain:
    – Air yang berarti membersihkan dari dosa-dosa.
    – Lilin yang melambangkan cahaya Kristus sebagai penerang dalam kehidupan, karena kita adalah anak terang Kristus (Ef 5:8).
    – Kain Putih yang melambangkan kita “mengenakan Kristus” artinya bahwa sesudah dibaptis kita mengandalkan kekuatan Kristus dalam menjalani hidup.
  • Seseorang yang ingin menjadi murid Kristus, syarat utamanya adalah harus percaya atau beriman kepada Yesus Kristus. Bagaimana mungkin orang yang tidak percaya dapat mengimani Kristus? 
  • Percaya, terlebih beriman tidak berarti hanya sekedar mengetahui, melainkan percaya dan hidup sesuai dengan ajaran-Nya dan berupaya untuk mewujudkan ajaran-Nya dalam kehidupan nyata sehari-hari. 
  • Sakramen Baptis menghasilkan buah atau rahmat yaitu:
    1) Menghapuskan dari segala dosa,
    2) Dilahirkan kembali menjadi anak Allah,
    3) Mendapat rahmat pengudusan dan pembenaran yang mempersatukan seseorang dengan Kristus dan Gereja-Nya,
    4) Ikut ambil bagian dari tugas Gereja, dan
    5) Dimateraikan yang menandakan menjadi milik Kristus selama-lamanya.

Diringkas dari Buku Guru Pendidikan Agama Katolik dan Budi Pekerti Kelas 8 K13

Mau mendengar inspirasi renungan harian dengan pendekatan pribadi?
Kunjungi dan subscribe kanal YouTube Risalah Immanuel
Upload setiap hari jam 6 sore WITA!

 

Berbagai Tanggapan terhadap Pewartaan Yesus – Ringkasan

  • Ketika Yesus mulai tampil di depan umum, Ia berumur kira-kira tiga puluh tahun (Luk 3:32). Sebelumnya Ia hidup tersembunyi di Nazaret dan mencari nafkahnya sebagai tukang kayu (Mark 6:3), sama seperti ayah-Nya (Mat 13:55). 
  • Yesus meninggalkan ketenangan hidup keluarga di Nazaret dan mulai hidup mengembara. Ia “berjalan berkeliling dari kota ke kota dan dari desa ke desa, memberitakan Injil Kerajaan Allah” (Luk 8:1). 
  • Awal perubahan hidup ini adalah pembaptisan oleh Yohanes. Pembaptisan adalah bagaikan “pelantikan” Yesus ke dalam tugas perutusan-Nya. Segera sesudah pembaptisan, Yesus akan “memberitakan Injil Allah: Bertobatlah dan percayalah kepada Injil” (Mrk 1:15). 
  • Dengan pembaptisan-Nya, Yesus sekaligus menyatakan kesatuan dengan orang berdosa dan penyerahan total dan radikal kepada kehendak Bapa. Dengan pembaptisan, Ia tampil sebagai “pengantara antara Allah dan manusia” (1Tim 2:4).
  • Sesudah pembaptisan, Yesus tampil sebagai orang yang “diurapi oleh Allah dengan Roh Kudus dan kuat kuasa” (Kis 10:38). Ia tampil sebagai “Yang terurapi”, Ia dilantik sebagai Kristus. “Kuasa Tuhan menyertai Dia, sehingga Ia dapat menyembuhkan orang sakit” (Luk 5:17). 
  • Pewartaan Yesus untuk menegakkan Kerajaan Allah mengundang reaksi yang beragam dalam masyarakat Yahudi saat itu. Ada yang menerima dan ada yang menolak. 
  • Mereka yang Menerima Pewartaan Yesus:
    a. Orang Miskin dan Sederhana
    Ketika Yesus menyampaikan warta tentang Sabda Bahagia seolah-olah Sabda itu ditujukan kepada mereka yang miskin dan menderita. Mereka tidak punya daya dan kekuatan untuk melawan, keluar dari kondisi yang membelenggu mereka. Dalam kondisi yang seperti ini mereka hanya dapat mengandalkan kekuatan Tuhan. Satu-satunya sandaran mereka ialah Tuhan. Maka ketika Yesus menyampaikan warta Sabda Bahagia, mereka menyambut dengan penuh sukacita warta pembebasan Yesus tersebut. Yesus bagi mereka adalah pembela dan penyelamat. Yesus adalah Mesias yang dinantikan untuk melakukan keadilan dan pembelaan-Nya. Mereka rela meninggalkan segala-galanya untuk mengikuti Yesus.
    b. Para Pendosa yang Mau Bertobat
    Masyarakat Yahudi pada umumnya, terutama para imam dan orang Farisi menganggap para pendosa adalah najis. Maka ketika Yesus datang dan mau bergaul dengan mereka yang dicap pendosa dan menganggap mereka sebagai pribadi yang layak untuk dicintai dan tidak ikut memusuhi mereka. Sikap Yesus ini tentu saja sangat mengejutkan para pendosa dan mengagetkan para imam dan ahli Taurat. Dalam hal ini Yesus mau menegaskan, soal kesetaraan dihadapan Allah. Bagi Yesus, orang yang baik dan yang jahat dalam arti tertentu sama kedudukannya di hadapan Allah, sama-sama dicintai Allah, sama-sama anak Abraham. Karena kesamaan itulah, mereka pun mempunyai hak atas Kerajaan Allah.
    c. Orang-Orang Sakit
    Bagi mayarakat Yahudi pada umumnya penyakit adalah kutukan dari Tuhan. Yesus hadir untuk menyelamatkan mereka, menyembuhkan orang kusta, yang buta dapat melihat, yang lumpuh dapat berjalan. Kedatangan Yesus telah membawa harapan baru bagi mereka yang sakit. Dengan cara itu Yesus telah menunjukkan diri-Nya sebagai penyelamat, Sang Pembebas. Yesus mewartakan Allah yang maha pengasih.
    d. Kaum Wanita dan Anak-anak.
    Tradisi bangsa Yahudi menempatkan kaum wanita dan anak-anak, sebagai warga masyarakat kelas dua, keberadaannya berada di bawah dominasi kaum laki-laki. Dan Yesus membela mereka, Ia memuji persembahan janda miskin (Mark 12:41-44) dan membiarkan anak-anak datang kepada-Nya (Mat 19:13-15), bahkan memberkati mereka. Karena sikap Yesus yang peduli kepada mereka, maka mereka pun mengikuti dan melayani-Nya.
  • Mereka yang Menolak Yesus
    a. Para Imam dan Ahli Taurat
    Dalam masyarakat Yahudi, ke dua kelompok ini menduduki tempat di atas. Mereka menganggap diri yang paling tahu dan paling mengerti mengena aturan-aturan suci dan kehendak Allah yang benar. Kekuasaan agama ada di tangan mereka. Dengan keras Yesus mengkritik cara hidup mereka yang tidak mencerminkan kehendak Allah. Maka dengan kehadiran Yesus terbukalah kekeliruan mereka dalam menafsirkan kehendak Allah yang sejati. Banyak orang yang mulai tidak percaya lagi pada para pemuka agama Yahudi, sehingga para pemuka agama Yahudi tersebut merasa kehilangan wibawa dan mulai berkurang pengikutnya. Mereka merasa semakin terancam oleh kehadiran Yesus.
    b. Orang-Orang Farisi
    Hukum Taurat sangat mewarnai hidup religius orang-orang Yahudi. Kaum Farisi berusaha menjaga warisan dan jati diri Yahudi itu. Mereka menyoroti ketaatan pada setiap pasal hukum. Bagi mereka menjadi rakyat Tuhan berarti ketaatan yang ketat pada setiap detail hukum. Kehadiran Yesus dianggap akan merusak tatanan hidup sosial dan kemasyarakatan yang sudah mapan,mereka mengecam sikap Yesus yang menyembuhkan orang pada hari sabat dan membiarkan merid-murid-Nya memetik gandum pada hari sabat. Bagi mereka perbuatan itu dianggap melanggar hukum Taurat.
    c. Para Penguasa
    Penolakan terhadap pewartaan Yesus tentang Kerajaan Allah juga terlihat dalam diri para penguasa. Herodes misalnya sudah berusaha membunuh Yesus sejak mendengar kelahiran-Nya. Ponsius Pilatus lebih memilih mempertahankan kedudukannya dibandingkan membela kebenaran tentang Yesus. Bagi mereka, kedudukan, kehormatan dan kekuasaan lebih penting dibandingkan tunduk kepada kehendak Allah.
    d. Orang-Orang Kaya dan Mapan
    Nilai-nilai Kerajaan Allah yang diwartakan oleh Yesus rupanya juga sulit diterima oleh mereka. Kerajaan Allah yang diwartakan oleh Yesus menuntut keberanian untuk meninggalkan segala-galanya termasuk meninggalkan hata benda, kekayaan dan kemapanan hidup. Tidak semua orang berani melakukan itu, seperti nampak pada kisah Orang Muda Yang kaya (lih. Mat 19:16-26). Rupanya bagi mereka, melepaskan diri dari kekayaan sebagai andalan hidup tidaklah mudah.
  • Kehadiran Yesus bagi yang menolak-Nya merupakan acaman yang dapat menghancurkan kewibawaan, kedudukan dan sumber nafkah hidupnya. Kelompok yang menolak ini dengan berbagai macam cara dan tipu muslihat berusaha keras melenyapkan Yesus.
  • Terhadap penolakan atas pewartaan-Nya, Yesus tidak bersikap memusuhi. Dengan penuh kasih dan kesabaran Yesus menghadapi reaksi penolakan tersebut, disertai dengan penuh penyerahan diri secara total kepada kehendak Bapa-Nya (lih. Mat 5:43).
  • Sebaiknya kita pun bersikap seperti Yesus, ketika kita berbuat baik belum tentu semua orang akan menerima niat baik kita. Kepada mereka yang menolak dengan cara yang amat kasar sekalipun, hendaknya kita senantiasa bersikap sabar dan penuh kasih.

Ringkasan Buku Guru Kelas 8 K13

Dukung website ini dengan subscribe Channel YouTube Aendy Da Saint:

https://youtu.be/HU50TRl3HB8

Yesus Mewartakan Kerajaan Allah melalui Tindakan dan Mukjizat – Ringkasan

  • Yesus bukan saja berbicara tentang Kerajaan Allah, tetapi juga memberi kesaksian tentang Kerajaan Allah dengan tindakan-tindakan-Nya. Ada kesatuan antara Sabda dan karya-Nya. 
  • Tindakan Yesus menyatakan Kerajaan Allah.
  • Kerajaan Allah yang diwartakan oleh Yesus tidak ditujukan pada kelompok atau golongan tertentu, tetapi ditujukan untuk semua orang. Ia merangkul semua orang yang baik maupun yang jahat agar dapat merasakan keselamatan.
  • Yesus akrab dengan semua orang. Bahkan Ia mau bergaul dengan orang-orang yang dianggap berdosa (lih. Luk 7:36-50, 19:1-10).
  • Sikap Yesus terhadap Kaum Pendosa:
    Bagi orang Yahudi dosa itu menular seperti kuman, tinggal serumah dengan orang jahat, apalagi makan bersama dengan mereka berarti kena dosa itu sendiri, menjadi orang berdosa. Tetapi Yesus, Ia bergaul dengan para pegawai pajak yang dianggap umum sebagai koruptor dan pemeras. Ia bertemu dan menyapa orang-orang setengah kafir seperti bangsa Samaria, mendatangi negeri-negeri orang kafir dan berbicara akrab dengan mereka (Mat 15:21-28).
  • Sikap Yesus terhadap Wanita:
    Anggapan masyarakat Yahudi adalah bahwa wanita itu penggoda. Oleh karenanya orang laki-laki, terlebih seorang guru agama tidak boleh berbicara dengan seorang perempuan yang belum dikenalnya. Tetapi Yesus bergaul juga dengan wanita. Bahkan ada wanita- wanita tertentu yang tetap mengikutiNya kemanapun Dia pergi. Yesus juga menyapa dan bergaul dengan wanita-wanita kafir yang belum dikenal-Nya seperti wanita Samaria. Ia tidak saja bergaul dengan sembarang wanita, tetapi juga berusaha dan membela wanita-wanita sundal yang tertangkap basah (Yoh 8:1-11).
  • Dari contoh-contoh di atas menjadi jelas bagi kita bahwa Yesus tidak hanya mewartakan Kerajaan Allah, melainkan mewujudkannya melalui tindakan-Nya. Jika Kerajaan Allah adalah situasi di mana semua orang dikasihi Allah, di mana semua orang tidak tersekat-sekat oleh jurang antara kaya dan miskin; maka Yesus menunjukkan hal itu dengan bergaul dengan siapa saja, terutama dengan mereka yang miskin dan berdosa yang selama ini disingkirkan oleh masyarakat.
  • Yesus mau makan dengan bersama dengan Zakheus dan bergaul dengan lewi pemungut cukai yang dipandang oleh orang-orang Yahudi sebagai orang-orang berdosa. Kalau Allah yang meraja adalah Allah yang memerintah dengan penuh pengampunan. Maka Yesus pun mengampuni orang berdosa. Ia tidak takut menjadi najis. Yesus tahu bahwa hanya dengan dikasihi orang-orang berdosa akan bertobat, sebagai mana nampak dalam cerita wanita yang ketahuan berbuat zinah (lih. Yoh 8:2-11).
  • Mukjizat dipakai Tuhan Yesus sebagai tanda kehadiran Allah.
  • Dengan mengerjakan mukjizat, Yesus memperlihatkan kehadiran Kerajaan Allah. Tanda-tanda mukjizat yang dikerjakan Yesus itu memperlihatkan bahwa dalam diri Yesus genaplah nubuat para nabi tentang Mesias yang kedatangan-Nya telah dijanjikan kepada para leluhur Israel.
  • Para pengarang Injil menceritakan mukjizat-mukjizat Yesus guna memaklumkan bahwa Yesus tidak hanya menyampaikan kabar yang menggembirakan itu, tetapi Ia sendirilah Kabar Gembira, ”Injil”. Yesus sendirilah keselamatan, rahmat, dan penyembuhan bagi manusia yang sedang susah.
  • Beberapa contoh mukjizat yang dilakukan Yesus sebagai tanda Kehadiran Allah:
    a. Yesus Membangkitkan Anak Seorang Janda di Nain (Luk 7:11-17)
    Melalui mukjizat membangkitkan anak muda di Nain, Yesus ingin menunjukkan bahwa Allah berkuasa atas kehidupan dan kematian manusia. Dengan mela- kukan itu Ia ingin menunjukkan bahwa Ia adalah Mesias, Penyelamat yang mereka nantikan.
    b. Yesus Meredakan Angin Ribut (Mat 8:23-27)
    Mukjizat yang dilakukan Yesus meredakan angin ribut, Yesus hendak menunjukkan bahwa Allah berkuasa atas alam semesta. Tidak ada kekuatan lain yang mampu mengalahkan kekuatan Allah sendiri. Kekuasaan Allah mengatasi kekuatan apapun yang ada di dunia ini. Maka semua ciptaan harus tunduk pada kekuatan Allah.
    c. Yesus Mengusir Roh Jahat (Mark 1:21-28)
    Dengan mengusir roh jahat, Yesus ingin menunjukkan bahwa Allah lebih berkuasa dari roh-roh yang ada. Roh jahat selalu mengarahkan manusia pada perbuatan yang tidak dikehendaki Allah yang membawa kehancuran dan kebinasaan. Sedangkan Roh Allah membawa manusia pada kebenaran dan kebahagiaan hidup bersama Allah.
  • Yesus mewartakan Kerajaan Allah melalui tindakan belas kasih, sehingga kitapun juga mesti mampu berbuat belaskasih pada sesama terutama mereka yang menderita, yang tersingkirkan dan kurang mendapat perhatian.

Ringkasan Buku Guru Kelas 8 K13

Dukung website ini dengan subscribe channel YouTube:

Yesus Mewartakan Kerajaan Allah Melalui Perumpamaan – Ringkasan

  • Bukan hal yang mudah untuk memahami misteri tentang Kerajaan Allah. Maka kerapkali Yesus merumuskan ajaran-Nya tentang Kerajaan Allah dalam bentuk Perumpamaan.
  • Perumpamaan adalah penyampaian pesan dengan menggunakan bahasa imajinatif, kiasan simbolis, atau perbandingan.
  • Dengan menggunakan perumpamaan, orang yang mendengarkan ajaran-Nya diharapkan dapat lebih mudah mengerti, memahami dan melaksanakan ajaran-Nya dalam kehidupan nyata.
  • Dalam mewartakan Kerajaan Allah, Yesus seringkali menggunakan perumpamaan sesuai dengan situasi dan kondisi para pendengarnya, dan biasanya diambil dari hal-hal yang ada dalam kehidupan masyarakat sehari- hari, baik berupa benda atau pengalaman, atau kejadian atau kebiasaan, sehingga orang-orang yang mendengarkan perumpamaan yang disampaikan Yesus akan lebih mudah memahami ajaran Yesus.
  • Kalau pendengarnya sebagian besar para petani maka dalam mewartakan Kerajaan Allah Yesus menggunakan perumpamaan biji sesawi, lalang diantara gandum, pembajak sawah, penabur benih dan sebagainya.
  • Kalau berhadapan pendengarnya nelayan maka Yesus menggunakan perumpamaan pukat, jala dan sebagainya.
  • Meski demikian perumpamaan yang disampaikan oleh Yesus diharapkan dapat diambil pesannya oleh siapapun yang mendengarnya. “Siapa yang bertelinga, hendaklah ia mendengar” (Mat 13:45; lih. Luk 14:35).
  • Beberapa contoh perumpamaan yang digunakan Yesus untuk mewartakan Kerajaan Allah adalah sebagai berikut:
    1. Perumpamaan Seorang Penabur (Mark 4:3-8,13-20)
    Perumpamaan ini hendak menjelaskan bahwa dalam karya Yesus untuk menegakkan Kerajaan Allah betapapun ada kegagalan, karya-Nya itu akan meng- hasilkan buah panen yang berlimpah, melebihi apa yang diperkirakan manusia. Oleh karena itu pengikut Yesus tidak perlu berkecil hati dan mudah putus asa bila mengalami berbagai kegagalan.
    2. Perumpamaan tentang Benih yang Tumbuh (Mark 4:26-29)
    Perumpamaan ini hendak mengatakan bahwa Kerajaan Allah seumpama benih yang sudah ditaburkan, lalu ia akan tumbuh sendiri, bahkan petani sering tidak mengetahui kapan ia akan bertunas atau kapan akan ke luar bunga dan kapan persisnya buah terbentuk. Demikian pula tumbuhnya Kerajaan Allah sering tidak bisa diamati pasti, tergantung sepenuhnya pada Allah, bukan usaha manusia. Bahkan, manusia tidak memaksa supaya cepat, atau memperlambat pertumbuhannya. Pada saatnya yang tepat Allah sendiri yang akan menegakkan Kerajaan Allah.
    3. Perumpamaan tentang Lalang di antara Gandum (Mat 14:24-30)
    Kerajaan Allah yang diwartakan dan ditawarkan oleh Yesus kepada semua orang. Untuk tegaknya Kerajaan Allah tidak harus dengan cara segera menghabisi yang jahat, melainkan memberi kesempatan mereka untuk bertobat, sebab Kerajaan Allah sendiri yang akan menghakimi mereka, bukan manusia. Allah mencintai dan menghendaki semua manusia yang baik dan yang jahat. Tegaknya Kerajaan Allah justru terjadi bila yang baik dan yang jahat bisa hidup bersama dan dengan penuh kesabaran serta kasih mendorong yang jahat menjadi baik.
    4. Perumpamaan tentang Pukat (Mat 13:47-50)
    Kerajaan Allah itu bagaikan pukat, yang ketika ditebarkan akan mendapatkan bermacam-macam ikan, ada yang besar dan ada yang kecil, ada yang beracun dan tidak. Demikian pula, dalam Kerajaan Allah dikembangkan sikap tidak mudah menghakimi orang lain, merasa diri yang paling baik dan paling layak menjadi warga Kerajaan Allah, dan yang lain dengan segala kejahatannya dianggap tidak layak masuk Kerajaan Allah. Biarlah Allah sendiri yang memilah-milah antara yang baik dan yang tidak baik.
    5. Perumpamaan tentang Harta Terpendam dan Mutiara Berharga (Mat 13:44-46)
    Demi Kerajaan Allah, manusia harus memandang Allah sebagai harta yang paling berharga. Untuk itu ia harus berani meninggalkan segala miliknya yang selama ini dianggap paling berharga dalam hidupnya. Hidup dalam Kerajaan Allah adalah hidup yang penuh suka cita, sekalipun untuk mencapainya seseorang harus berani meninggalkan segalanya.

Ringkasan Buku Guru Kelas 8 K13

Dukung website ini dengan subscribe Channel YouTube:

Kerajaan Allah sebagai Pokok Pewartaan Yesus – Ringkasan

  • Dalam Doa Bapa Kami terdapat kata-kata “Datanglah Kerajaan-Mu”. Yang dimaksud Kerajaan-Mu adalah Kerajaan Allah atau Kerajaan Surga. Apakah yang dimaksud dengan Kerajaan Allah itu?
  • Kata “Kerajaan Allah” bukan berarti daerah kekuasaan Allah. “Kerajaan Allah” berarti Allah sendiri yang tampil sebagai Raja
  • Dalam Perjanjian Lama, bangsa Israel sering menyebut Allah (Yahwe) sebagai Raja. Allah diimani mereka sebagai Raja yang kuat, yang berkuasa, yang berdaulat. Kekuatan, kekuasaan dan kedaulatan Allah itu misalnya dialami oleh bangsa Israel dalam peristiwa penyeberangan Laut Merah (lih. Kel 15:11-13; Ul 3:24; Bil 23:21 dst). Sebagai Raja, Allah adalah Raja yang adil (baca Mzm 146:6-10), yang melindungi orang miskin (lih. Im 25: 35-55). I Raja yang Mulia (Mzm 24: 8,10) Raja yang berkuasa atas seluruh bumi (lih. Mzm 47:8), dan berkuasa untuk selama-lamanya (Mzm 29:10).
  • Dalam bangsa Yahudi pada zaman Yesus,  ditemukan beberapa paham tentang makna Kerajaan Allah, diantaranya adalah sebagai berikut:
    1. Kerajaan Allah yang bersifat Politis
    Kerajaan Allah yang damai dan sejahtera hanya akan terwujud bila Allah tampil sebagai seorang tokoh politik yang dengan gagah berani mampu memimpin bangsa Israel melawan penjajah Romawi dan para penindas rakyat.
    2. Kerajaan Allah yang Bersifat Apokaliptis
    Kelak pada akhir zaman Allah akan menegakkan Kerajaan-Nya dan membebaskan manusia dari segala penderitaan.
    3. Paham Kerajaan Allah yang Bersifat Yuridis-Religius
    Mereka memandang Hukum Taurat sebagai wujud Kekuasaan Allah yang mengatur manusia. Maka mereka yang sekarang taat kepada hukum Taurat sudah menjadi warga Kerajaan Allah. Tetapi, jika tidak melakukan apa yang dituntut dalam hukum Taurat mereka tidak akan mendapat bagian dalam Kerajaan Allah. Mesias sebagai tokoh agama yang mampu menegakkan hukum Taurat.
  • Ciri khas pewartaan Yesus ialah bahwa kedatangan Allah sebagai Raja Penyelamat dinyatakan akan terjadi dengan segera.
  • Pewartaan Kerajaan adalah pewartaan kerahiman Allah dan karena itu merupakan warta pengharapan. Kerajaan Allah berarti turun tangan Allah untuk menyelamatkan, untuk membebaskan dunia secara total dari kuasa kejahatan (lih. Luk 10:18). Maka sabda Yesus tertuju kepada orang yang menderita (lih. ”Sabda bahagia”: Luk 6:20-23 dsj.). Pewartaan Yesus bukan janji-janji lagi. Dan dalam diri Yesus, Kerajaan Allah telah datang, “Pada hari ini genaplah nas ini sewaktu kamu mendengarnya” (Baca Luk 4:14-32).
  • Pewartaan Yesus mengenai Kerajaan Allah ditujukan kepada pertobatan manusia. Ia memanggil orang supaya siap siaga menerima Kerajaan Allah bila datang. Dalam hubungan ini mengesanlah betapa ditekankan oleh Yesus sifat “rahmat” Kerajaan: “Bapa memberikan Kerajaan” (Luk 12:32; juga 22:29). Oleh karena itu orang harus menerima Kerajaan “seperti kanak-kanak” (Mrk 10:14 dsj.; lih. juga Luk 6:20 dsj.). Tawaran rahmat itu sekaligus merupakan tuntutan mutlak: “Kamu tidak dapat sekaligus mengabdi kepada Allah dan kepada mamon (uang)” (Mat 6:24).
  • Kerajaan Allah adalah panggilan dan tawaran rahmat Allah, dan manusia harus menerimanya dengan sikap iman yang dinyatakan dalam perbuatan yang baik.
  • Dalam dunia saat ini, kita melihat banyak pembunuhan, pemerkosaan, penindasan, korupsi, perkelahian, dan sebagainya. Ada kesan Allah tidak atau belum memerintah di bumi ini.  Memang kerajaan Allah belum terlaksana dengan sepenuh-penuhnya, tetapi sudah mulai nyata. Sebab melalui Yesus, pemerintahan Allah sudah mulai menerobos masuk ke dalam dunia yang rusak ini. Sejak kedatangan Yesus, lebih-lebih sejak kebangkitan-Nya dari alam maut dan sejak turunnya Roh Kudus atas orang-orang yang percaya kepada-Nya, Allah mulai meraja di bumi ini.
  • Ia mulai meraja dengan sepenuh-penuhnya baru dalam diri Yesus, sebab hanya Dialah yang seluruhnya dirajai Allah. Tetapi mulai dari Yesus, pemerintahan Allah semakin meluas, sebab setiap langkah yang diambil oleh Yesus (kini melalui Gereja- Nya) menawarkan keselamatan kepada mereka yang dijumpai-Nya. Dengan demikian terbukalah jalan bagi pemerintahan Allah di dunia ini, sehingga kita dapat pula melihat daftar peristiwa-peristiwa cerah yang membawa banyak harapan.
  • Untuk dapat menjadi warga Kerajaan Allah kita dapat belajar dari “Sabda Bahagia” yang diwartakan Yesus yaitu dalam hidup sepenuhnya kita harus menyandarkan diri kepada kekuatan Allah sebagai satu-satunya sumber kekuatan. Untuk itu kita harus rela melepaskan raja-raja yang lain, seperti harta dan kehormatan, dan rela pula mempertaruhkan segala-galanya, termasuk diri sendiri, demi Sang Raja.

Ringkasan Buku Guru Kelas 8 K13

Mau mendengarkan renungan harian dengan pendekatan pribadi? Kunjungi dan subscribe channel YouTube Risalah Immanuel. Upload setiap hari jam 6 pagi WITA!

Gereja sebagai Persekutuan

Pertanyaan Mendasar:

1. Apa/siapa itu Gereja?

2. Apa itu persekutuan?

3. Apa yang dimaksud dengan “Gereja sebagai Persekutuan”?

4. Teks mana dalam Alkitab yang memperlihatkan “Gereja sebagai Persekutuan”?

Pembahasan:

1. Apa/siapa itu Gereja?

Sepintas lalu, ketika kamu mendengar kata Gereja, apa yang melintas dalam pikiranmu? Sebuah bangunan megah dengan menara salib yang berdiri gagah di atasnya? Jika ya, jangan khawatir. Kebanyakan orang juga memikirkan hal yang sama saat mendengar kata ‘gereja’, dan, itu tidak salah!

Dalam literatur Gereja Katolik, umumnya ada dua cara penulisan kata ‘gereja’; yang pertama ‘Gereja’ dengan “G” kapital dan yang kedua ‘gereja’ dengan “g” kecil. Trus, apa bedanya ‘Gereja’ dengan ‘gereja’? Yang dimaksud dengan “Gereja” adalah seluruh umat beriman kristiani. Jadi, semua orang yang percaya kepada Kristus dan telah dibaptis adalah Gereja. Yang dimaksud dengan “gereja” adalah sebuah tempat, entah ruangan atau bangunan, dimana orang-orang kristiani berkumpul bersama merayakan ekaristi dan melakukan kegiatan-kegiatan rohani lainnya. Gampangannya, Gereja adalah orang-nya sedangkan gereja adalah tempat-nya. Tapi ingat, arti pertama dari kata Gereja adalah orang-orang yang percaya kepada Kristus dan telah dibaptis.

2. Apa itu Persekutuan?

Kata dasar dari “persekutuan” adalah “sekutu”. Sekutu itu adalah rekan, sahabat, atau partner. Jadi, persekutuan dapat diartikan sebagai sebuah situasi akrab dan bersahabat dalam sebuah ikatan tertentu. Contohnya persekutuan eks-seminaris seindonesia. Persekutuan itu pasti memiliki situasi akrab dan bersahabat dan orang-orang yang menjadi anggotanya terikat oleh ikatan persaudaraan sebagai mantan-mantan seminari. Kata persekutuan ini kerap disinonimkan dengan ‘persatuan’, ‘perhimpunan, ‘ikatan’ dan lain-lain.

3. Apa yang dimaksud dengan “Gereja sebagai Persekutuan”?

Gereja adalah orang-orang yang percaya kepada Kristus dan telah dibaptis (= UBK:  Umat Beriman Kristiani). Sementara itu, persekutuan dapat diartikan sebagai sebuah situasi akrab dan bersahabat dalam sebuah ikatan tertentu. Jadi, Gereja sebagai persekutuan itu artinya apa ya? Gereja sebagai persekutuan artinya orang-orang yang percaya kepada Kristus dan telah dibaptis yang terikat  dan berinteraksi satu sama dalam ikatan kasih Kristus.

4. Teks mana dalam Alkitab yang memperlihatkan “Gereja sebagai Persekutuan”?

Setiap kali berbicara tentang Gereja dalam Alkitab, hampir pasti kita berbicara tentang kitab-kitab yang diurutkan setelah kitab-kitab Injil dalam Perjanjian Baru (PB). Secara khusus, Kisah Para Rasul berbicara sangat jelas tentang Gereja Perdana/Jemaat Perdana/Early Church.

Ketika berbicara tentang “Gereja sebagai Persekutuan” dalam Alkitab, teks Kis 2:41-47 tampaknya sangat tepat. Berikut teksnya:

(41) Orang-orang yang menerima perkataannya itu memberi diri dibaptis dan pada hari itu jumlah mereka bertambah kira-kira tiga ribu jiwa.
(42) Mereka bertekun dalam pengajaran rasul-rasul dan dalam persekutuan. Dan mereka selalu berkumpul untuk memecahkan roti dan berdoa.
(43) Maka ketakutanlah mereka semua, sedang rasul-rasul itu mengadakan banyak mujizat dan tanda.
(44) Dan semua orang yang telah menjadi percaya tetap bersatu, dan segala kepunyaan mereka adalah kepunyaan bersama,
(45) dan selalu ada dari mereka yang menjual harta miliknya, lalu membagi-bagikannya kepada semua orang sesuai dengan keperluan masing-masing.
(46) Dengan bertekun dan dengan sehati mereka berkumpul tiap-tiap hari dalam Bait Allah. Mereka memecahkan roti di rumah masing-masing secara bergilir dan makan bersama-sama dengan gembira dan dengan tulus hati,
(47) sambil memuji Allah. Dan mereka disukai semua orang. Dan tiap-tiap hari Tuhan menambah jumlah mereka dengan orang yang diselamatkan.

Mengapa teks/perikopa ini dapat memperlihatkan Gereja sebagai persekutuan? Ayat 41 dan 44 secara spesifik berbicara tentang orang-orang percaya kepada Kristus dan dibaptis. Ayat 42 dan 44 secara spesifik berbicara tentang persekutuan dan persatuan. Ayat 45-47 secara spesifik berbicara tentang suasana akrab dan sangat bersahabat yang mewarnai dinamika kehidupan beriman jemaat perdana.

CATATAN PENTING:

Gereja sebagai Persekutuan memiliki arti yang sama dengan “Gereja sebagai Komunio”. Arti persekutuan atau komunio dalam hal ini tidaklah seperti perkumpulan orang-orang di mall atau di pasar. Dalam persekutuan atau komunio, komunikasi dan interaksi berlangsung terus-menerus. Setiap anggota persekutuan saling memperhatikan satu sama lain, saling memiliki, saling memberi, saling mendukung, saling mengembangkan dan saling melayani agar kebersamaan terus-menerus terjaga keutuhannya demi kebahagiaan bersama.

13 Januari 2013
aendydasaint.com

Keanggotaan Gereja

Pertanyaan Mendasar:

1. Apa itu keanggotaan Gereja?

2. Siapa saja yang masuk dalam keanggotaan Gereja?

3. Bagaimana caranya untuk masuk dalam keanggotaan Gereja?

4. Apa peran dan tugas masing-masing anggota Gereja?

5. Bagaimana seharusnya Gereja itu menurut Kitab Suci?

Pembahasan:

1. Apa itu keanggotaan Gereja?

Kata dasar dari ‘keanggotaan’ adalah ‘anggota’. ‘Anggota’ itu berarti bagian dari sebuah kelompok. Secara sederhana, keanggotaan dapat dipahami sebagai segala sesuatu yang menyangkut keikut-sertaan seseorang dalam sebuah kelompok tertentu. Nah, karena yang kita bahas di sini adalah keanggotaan Gereja, maka kita akan berdiskusi tentang seluk beluk keikut-sertaan seseorang dalam Gereja, dalam sebuah kelompok yang percaya kepada Kristus dengan segala dinamikanya.

2. Siapa saja yang masuk dalam keanggotaan Gereja?

Jawaban yang paling sederhana adalah setiap orang yang percaya kepada Kristus dan telah dibaptis dalam nama Bapa, Putera, dan Roh Kudus adalah anggota Gereja.

Sedikit lebih rumit dari itu, orang-orang yang percaya kepada Kristus dan telah dibaptis itu (= UBK = Umat Beriman Kristiani) dapat dibedakan menjadi dua kelompok besar:

a. Kaum Tertahbis

Kaum tertahbis adalah UBK yang telah menerima tahbisan suci (sakramen Imamat). Mereka  adalah Paus, Kardinal, Uskup, Imam, dan Diakon.

b. Kaum Tidak Tertahbis/Awam

Kaum tidak tertahbis ini dapat dibedakan menjadi dua juga:

1. Kaum Awam Religius

Kaum Awam Religius adalah UBK yang tidak menerima tahbisan suci tetapi terikat kaul dalam sebuah ordo/tarekat hidup bakti tertentu. Contohnya para suster, bruder dan frater.

2. Kaum Awam Biasa

Kaum Awam Biasa adalah UBK yang tidak menerima tahbisan suci dan tidak terikat kaul dalam sebuah ordo/tarekat hidup bakti tertentu.

3. Bagaimana caranya untuk masuk dalam keanggotaan Gereja?

Seperti sudah dibahas di atas, syarat utama untuk menjadi anggota Gereja adalah percaya kepada Kristus dan bersedia untuk dibaptis dalam Nama Bapa, Putera, dan Roh Kudus.

Untuk Baptis Dewasa, ada syarat-syarat tertentu yang harus dipenuhi. Kita akan mempelajarinya secara lebih mendetail dalam pokok bahasan “Sakramen Baptis”.

4. Apa peran dan tugas masing-masing anggota Gereja?

Secara paling umum, ada tiga tugas utama Gereja yaitu: mewartakan Kerajaan Allah, menguduskan, dan menggembalakan. Artinya, setiap anggota Gereja mempunyai tugas untuk mewartakan Kerajaan Allah, menguduskan diri dan sesama, dan menggembalakan (dalam bahasa yang lebih sederhana: melayani). Meskipun begitu, peran masing-masing anggota dalam tugas itu bisa berbeda-beda berdasarkan fungsinya masing-masing.

Kaum tertahbis, karena tahbisan (sakramen Imamat) yang diterimanya, memiliki fungsi mengajar/mewartakan, menguduskan, dan menggembalakan yang berbeda dengan kaum tak tertahbis. Kaum tertahbis memiliki tanggungjawab untuk mengajarkan pokok-pokok iman kepada umat Allah, menguduskan mereka (salah satu caranya denga Perayaan Ekaristi), dan melayani mereka dengan pelayanan rohani dan menggembalakan/membimbing mereka di jalan yang benar dalam situasi dunia yang semakin sulit dan menantang.

Kaum tidak tertahbis juga memiliki peran dalam menjalankan tiga tugas utama Gereja itu. Di satu sisi, peran kaum tidak tertahbis nampaknya tidak terlalu berat karena tidak terlalu bertanggungjawab kepada UBK tetapi di sisi lain, kaum tidak tertahbis (khususnya kaum awam biasa) berhadapan langsung dengan realitas dunia yang semakin hari semakin menantang bagi orang-orang yang percaya kepada Tuhan.

5. Bagaimana seharusnya Gereja itu menurut Kitab Suci?

Salah satu teks yang dapat membantu kita menjawab pertanyaan ini adalah 1 Korintus 12: 12-18, 27. Teks ini berbicara tentang ‘Tubuh Mistik Kristus’ (dalam Bahasa Latin ‘Mystici Corporis Christi’, dalam bahasa Inggris ‘The Mystical Body of Christ’).

Menurut teks itu, Gereja itu seumpama tubuh Kristus yang satu dan memiliki banyak anggota tubuh. Kita adalah satu tubuh (Gereja secara keseluruhan) dan masing-masing anggota memiliki peran dan tanggungjawabnya sendiri-sendiri.

aendydasaint.com

Sakramen

Pertanyaan Mendasar:

1. Apa itu Sakramen?

2. Apakah Gereja dapat disebut sebagai Sakramen?

3. Aspek-aspek simbolis apa saja yang terdapat dalam sebuah sakramen?

4. Sakramen apa saja yang dikenal dalam Gereja Katolik?

Pembahasan:

1. Apa itu Sakramen?

Sakramen adalah tanda dan sarana keselamatan Allah.

2. Apakah Gereja dapat disebut sebagai Sakramen?

Untuk menjawab pertanyaan ini, kita perlu mengajukan pertanyaan kritis: “Apakah Gereja dapat menjadi tanda keselamatan Allah?” dan “Apakah Gereja mampu menghantar orang kepada keselamatan yang ditawarkan oleh Allah?”

Jika jawaban dari dua pertanyaan di atas adalah “ya”, maka Gereja dapat disebut sebagai sakramen.

Idealnya, Gereja adalah tanda kasih dan keselamatan Allah. Artinya, keberadaannya mampu mencerminkan damai, sukacita, ketentraman. Dan tidak hanya berhenti sebagai tanda, Gereja juga harus mampu menjadi sarana, menjadi ‘tempat’ yang tepat bagi pelaksanaan karya keselamatan Allah. Dengan kata lain, Gereja mampu membawa orang pada keselamatan Allah. Caranya? Mengajarkan dan melaksanakan ajaran Kristus di tengah dunia!

3. Aspek-aspek simbolis apa saja yang terdapat dalam Sakramen?

a. Aspek Kristologis

Tanda dan Sarana Keselamatan Allah itu tampak sangat jelas dalam pribadi Yesus Kristus. Yesus Kristuslah pemenuhan  janji penyelamatan Allah bagi manusia.

b. Aspek Antrophologis

Tanda dan Sarana Keselamatan Allah itu, meskipun telah dan selalu ditawarkan oleh Allah kepada manusia, tidak dapat terlaksana dalam diri manusia jika manusia tidak mau membuka diri terhadap Allah.

c. Aspek Eklesiologis

Tanda dan Sarana Keselamatan Allah itu, jika dialami oleh seorang anggota Gereja, tidak hanya dirayakan oleh yang bersangkutan secara pribadi tetapi menjadi perayaan Gereja.

4. Sakramen apa saja yang dikenal dalam Gereja Katolik?

Ada tujuh sakramen yang dikenal dalam Gereja Katolik:

a. Sakramen Baptis

b. Sakramen Tobat

c. Sakramen Komuni

d. Sakramen Krisma

e. Sakramen Perkawinan

f. Sakramen Imamat

g. Sakramen Pengurapan Orang Sakit.

Catatan: Sakramen Baptis, Komuni, dan Krisma disebut juga dengan sakramen inisiasi. Dengan kata lain, jika seorang anggota Gereja telah menerima ketiga sakramen itu maka ia dapat dikatakan sebagai anggota ‘penuh’ Gereja Katolik dan telah dianggap dewasa dalam iman. Sementara itu, upacara pemberkatan rumah dan benda-benda rohani disebut sebagai Sakramentali.

aendydasaint.com

Sengsara dan Wafat Yesus

Pertanyaan Mendasar:

  1. Seperti apa sengsara dan wafat Tuhan Yesus itu?
  2. Mengapa Dia harus sengsara dan wafat?
  3. Apa yang dapat kita petik dari kisah sengsara dan wafat Tuhan Yesus?
  4. Bagaimana seharusnya kita memandang penderitaan?

Jawaban:

  1. Kisah sengsara dan wafat Tuhan Yesus tercatat dalam keempat Injil (Matius, Markus, Lukas dan Yohanes). Kisah itu dapat kita baca di Injil Matius 26:36-27:56, Markus 14:32-15:41, Lukas 22:39-23:49, dan Yohanes 18:1-19:30.Secara garis besar, kisah sengsara itu dimulai dengan berdoa di taman Getsemani ⇒ ditangkap di taman Getsemani ⇒ dibawa ke hadapan orang-orang yang berpengaruh/memegang kekuasaan ⇒ disesah/disiksa ⇒ dijatuhi hukuman mati ⇒ memanggul salib ⇒ disalibkan di Bukit Golgota ⇒ menyerahkan nyawa pada Bapa ⇒ wafat. Mengapa kisah sengsara itu sudah dimulai sejak Dia berdoa di taman Getsemani? Bukankah pada waktu itu Dia belum ditangkap? Ada beberapa hal yang penting untuk diketahui, yang menjadi alasan:(a) Pada waktu Yesus berdoa di taman Getsemani, Dia mengajak murid-muridNya. Secara lebih khusus, tiga orang muridNya (Petrus, Yohanes dan Yakobus) dibawaNya sedikit menjauh dari murid-murid lain, ke sebuah tempat dimana Dia akan berdoa. Ingat, pada saat itu Dia sudah tahu bahwa sebentar lagi Dia akan ditangkap dan diserahkan kepada tua-tua Yahudi. Coba kita bayangkan, bagaimana rasanya jika kita tahu bahwa sesaat lagi kita akan ditangkap dan disiksa. Kepada ketiga murid itu Tuhan Yesus bahkan berkata, “Hati-Ku sangat sedih, seperti mau mati rasanya” (Mat 26:38).

    (b) Sebagai manusia (Hah? Manusia?? Bukannya Dia Tuhan? Tenang, hal ini akan kita bahas di pokok bahasan Yesus Kristus, Sungguh Allah Sungguh Manusia), Tuhan Yesus merasa gelisah, takut, dan mencoba untuk membahas situasi diriNya dengan BapaNya. Dalam doaNya Dia berkata, “Ya Bapa-Ku, jikalau sekiranya mungkin, biarlah cawan  ini lalu dari pada-Ku, tetapi janganlah seperti yang Kukehendaki, melainkan seperti yang Engkau kehendaki” (Mat 26:39). “Cawan” di sini berarti sengsara.

    (c) Injil Lukas mencatat: “Ia sangat ketakutan dan makin sungguh-sungguh berdoa. PeluhNya menjadi seperti titik-titik darah yang bertetesan ke tanah” (Luk 22:44).Setelah selesai berdoa, datanglah segerombolan orang yang hendak menangkap Tuhan Yesus. Sengsara ini semakin pedih, karena ternyata, salah satu muridNyalah yang mengantar gerombolan itu. Yudas Iskariot. Injil Lukas bahkan mencatat, Yudas Iskariot ini menyerahkan Tuhan Yesus kepada gerombolan itu dengan ciuman (Luk 22:47-48). Maksudnya? Mungkin sulit untuk mengenali Yesus pada waktu malam di taman Getsemani dan banyak orang dari gerombolan itu yang tidak mengenal Yesus. Karena itu, untuk memberitahu kepada gerombolan itu yang mana Tuhan Yesus, Yudas Iskariot mendekatiNya lalu menciumNya. Kemungkinan besar Yudas Iskariot sudah berpesan kepada gerombolan itu bahwa Yesus adalah orang yang akan diciumnya. Tambahan lagi, pada waktu Dia ditangkap, murid-muridNya yang lain meninggalkan Dia dan melarikan diri (Markus 14:50). Setelah ditangkap, Tuhan Yesus dibawa ke hadapan orang-orang penting di Israel pada waktu itu. Petrus diam-diam mengikuti dari jauh. Yesus dibawa ke rumah Imam Besar, ke hadapan Mahkamah Agama, Pilatus, dan Herodes. Di halaman rumah Imam Besar, sengsara Yesus semakin bertambah lagi karena Petrus, salah satu murid yang paling dekat denganNya, menyangkalNya. Di sini, “menyangkal” berarti pura-pura tidak kenal atau tidak mau dianggap kenal dengan seseorang. Parahnya lagi, Petrus menyangkal Yesus di dekat Yesus. Setelah Petrus menyangkalNya tiga kali, Yesus memandangnya (Luk 22:54-62).Ketika Tuhan Yesus dibawa ke hadapan Pilatus, sebenarnya Pilatus tidak menemukan kesalahan apa pun padaNya. Pilatus malah ingin membebaskanNya. Pilatus kemudian menyesah Yesus (menghukum dengan cambuk khusus yang dapat mengoyak daging), dengan harapan, setelah disesah, mungkin orang-orang akan puas dan membiarkanNya bebas (Luk 22:22). Tetapi ternyata tidak. Setelah itu, Pilatus mengingatkan orang-orang pada waktu itu bahwa tiap tahun, dalam rangkaian pesta paskah, dia selalu membebaskan satu orang hukuman atas pilihan orang banyak. Pilatus memberi pilihan: membebaskan Barabas (seorang pemberontak dan pembunuh) atau Yesus. Oleh hasutan imam-imam kepala dan tua-tua, orang banyak memilih Barabas untuk dibebaskan. Orang-orang itu bahkan lebih memilih seorang pemberontak dan pembunuh daripada memilih Tuhan Yesus! Bagaimana rasanya jika kita dibanding-bandingkan dengan penjahat, dan akhirnya orang-orang lebih suka dengan penjahat itu ya? Hm…

    Setelah itu, Tuhan Yesus dijatuhi hukuman mati. Sebelum memanggul salibNya, serdadu-serdadu wali negeri mengolok-olokNya (Mat 27:27-31). Mereka memakaikan jubah ungu kepadaNya, memasang mahkota duri di kepalaNya, meludahiNya, dan bahkan memukul kepalaNya dengan buluh.

    Yesus memanggul salib dari Kota Yerusalem ke sebuah bukit di pinggir kota itu. Bukit itu bernama “Golgota” yang berarti “Tempat Tengkorak”. Sesampainya di sana, Dia disalibkan bersama dua orang penjahat. Jadi pada dasarnya, Tuhan Yesus diperlakukan seperti seorang penjahat. Kedua tangan dan kakiNya dipaku pada kayu salib. Tak terbayang sakitnya. Setelah salibNya ditegakkan, banyak orang menjadikanNya tontonan. Bayangkan saja situasinya: berkeringat, berdarah-darah, luka parah, nyaris telanjang, malah jadi tontonan dan bahkan bahan ejekan. Bahkan salah satu penjahat yang disalib di sampingNya juga ikut-ikutan mengejekNya.

    Dari atas salib, Tuhan Yesus melihat ibuNya. Ternyata ibuNya melihat semua yang terjadi. Anak mana yang ingin melihat ibunya menangis karena dirinya? Anak mana yang ingin ibunya – seseorang yang telah membesarkannya dengan penuh kasih sayang – melihat anaknya (anak yang selama ini selalu diperlakukannya dengan lembut) disiksa, diolok-olok, diperlakukan sebagai penjahat, bahkan dibunuh di muka umum? Tentu Tuhan Yesus sangat sedih melihat kesedihan di mata ibuNya.

    Pada jam dua belas, kegelapan meliputi seluruh daerah itu dan berlangsung sampai jam tiga. Pada jam tiga, berserulah Tuhan Yesus dengan suara nyaring, “Eloi, Eloi, Lama Sabakhtani?” yang berarti ‘AllahKu ya AllahKu mengapa Engkau meninggalkan Aku?’ Mungkin ini adalah puncak kesedihan Tuhan Yesus, sampai Dia merasa ditinggalkan oleh BapaNya. Setelah meminum anggur asam yang diunjukkan ke mulutNya dengan sebatang hisop, Tuhan Yesus berkata, “Sudah selesai” (Yohanes 19:30). Kemudian, Tuhan Yesus menyerahkan nyawaNya pada Bapa, “Ya Bapa, ke dalam tanganMu Kuserahkan nyawaKu.” Tuhan Yesus pun wafat.

    Sesaat setelah Tuhan Yesus wafat, tabir Bait Suci terbelah menjadi dua, terjadilah gempa bumi, bukit-bukit batu terbelah, kuburan-kuburan terbuka dan banyak orang kudus yang telah meninggal bangkit! (Matius 27:51-53). Seorang Kepala Pasukan, orang romawi, yang melihat semua kejadian itu berkata, “Sungguh, Ia ini adalah Anak Allah!”. Bagi orang romawi, yang hanya mengenal dewa-dewa, orang yang kematiannya diiringi dengan kegelapan dan gempa bumi adalah titisan dewa. Dan sesudah seluruh orang banyak, yang datang berkerumun di situ untuk tontonan itu, melihat apa yang terjadi, pulanglah mereka sambil memukul-mukul diri (Lukas 23:48).

  2. Mengapa Dia harus sengsara dan wafat?
    Hmm… Banyak orang menyimpan pertanyaan ini. Jika memang Tuhan Yesus itu Anak Allah, mengapa Dia harus sengsara dan wafat? Jawaban “untuk menebus dosa manusia” rasanya belum cukup karena masih bisa menimbulkan pertanyaan lain: ‘Tidak bisakah dengan cara lain, yang mungkin tidak separah itu?’Minimal ada dua cara untuk menjawab misteri ini.Cara pertama adalah pendekatan sejarah. Maksudnya? Pada masa Yesus hidup, bangsa Israel sedang dijajah oleh bangsa Romawi. Dan salah satu hukuman terberat yang digunakan oleh bangsa Romawi untuk menghukum seseorang adalah dengan penyaliban. Jadi, ketika tua-tua Yahudi ingin mengenyahkan Yesus, tentu mereka ingin mengenyahkanNya dengan cara yang sangat kejam demi kepuasan mereka. Apakah orang-orang Yahudi tidak memiliki cara kejam untuk menghukum? Sebenarnya mereka punya. Salah satu contohnya adalah merajam (melempari dengan batu sampai mati) si terhukum sampai mati. Tetapi, tampaknya mereka lebih memilih untuk menggunakan cara bangsa Romawi – mungkin – supaya mereka tampak tidak terlibat langsung dalam kematian Yesus atau karena penderitaan akibat penyaliban lebih dahsyat ketimbang rajam.Cara kedua adalah pendekatan teologis. Maksudnya? Pasti kalian pernah mendengar frase “Anak Domba Allah”. Sebenarnya siapa sih yang dimaksud dengan frase itu? Yesus! Begini penjelasannya. Bagi orang Yahudi, cara untuk menghapus dosa-dosa mereka adalah dengan bertobat dan mengorbankan anak domba kepada Allah. Anak domba itu harus disembelih dan mereka harus diperciki dengan darahnya. Mereka harus selalu mengulang ritual itu demi menyucikan diri. Yesus adalah Anak Domba Allah. Mengapa? Karena darahNya ditumpahkan demi penebusan dosa manusia. Hebatnya, darahNya hanya harus ditumpahkan sekali untuk selama-lamanya demi keselamatan kita. Dia memang harus menderita, karena hanya dengan darah-Nya kita diselamatkan!
  3. Apa yang dapat kita petik dari kisah sengsara dan wafat Tuhan Yesus?
    Banyak hal! Pertama, tentu kita bisa belajar tentang arti sebuah pengorbanan. Tidak tanggung-tanggung, ini adalah pengorbanan yang teramat besar. Bayangkan, seorang Anak Allah, berarti sebelum turun ke dunia tinggal bersama Allah dalam kemuliaan dan kebahagiaan abadi, rela turun ke tanah terkutuk karena dosa Adam dan Hawa, menjadi seperti ciptaan-Nya, merasakan kefanaan, mengalami rasa sakit dan bahkan mati bersimbah darah hanya supaya ciptaanNya itu kembali dipulihkan dan dapat hidup lagi bersama BapaNya! Masih beranikah kita menganggap diri sebagai orang yang paling hebat dalam berkorban? Atau, bahkan selama ini kita tak pernah berkorban? Mengorbankan sedikit waktu bermain kita demi menolong adik mengerjakan PR misalnya?Kedua, kita bisa belajar tentang keteladanan. Ya, Tuhan Yesus tidak hanya ‘omdo’ – omong doang – ketika mengajarkan orang-orang tentang kasih. Dia tidak hanya mengajarkan kasih dengan kata-kata, tetapi juga dengan tindakan. Dia pernah mengajarkan bahwa tidak ada kasih yang lebih besar daripada seorang yang rela memberikan nyawanya demi sahabat-sahabatnya. Dan Dia menunjukkan itu bukan?Ketiga, arti sebuah persahabatan. Tuhan Yesus pernah bersabda bahwa kita ini bukan lagi hamba, melainkan sahabat. Dan, lihat, apa yang telah Dia lakukan untuk kita sahabat-sahabatNya? Lihat bagaimana Dia menghargai ikatan kita sehingga Ia merelakan DiriNya menderita agar kita tak perlu sengsara!Tentu masih banyak lagi hal-hal lain yang dapat kita petik dari kisah sengsara Tuhan. Renungkanlah!
  4. Bagaimana seharusnya kita memandang penderitaan?
    Penderitaan bukanlah akhir segala-galanya! Saat menderitalah kita bisa menilai sehebat apa kepribadian dan iman kita. Jika setelah menderita dan wafat Tuhan Yesus bangkit mulia dan terangkat ke surga, maka setelah penderitaan yang kita alami, kita akan menjadi jauh lebih kuat dari sebelumnya! Tuhan sendiri pernah bersabda bahwa barangsiapa setia dalam perkara kecil, akan setia juga dalam perkara besar. Apapun yang kita alami di dunia ini sifatnya hanya sementara saja, tetapi upah dari kesetiaan dan iman kita sifatnya abadi di Surga!Penderitaan bukanlah kutukan! Tuhan tidak mengutuk kita dengan penderitaan. Malah, dengan penderitaanlah Tuhan dapat dengan mudah menilai kualitas iman kita. Ingat, kita tidak dipanggil untuk sukses (selalu berhasil/tidak menderita) melainkan untuk melayani sesama. Apakah kita tidak boleh sukses? Boleh saja. Tetapi tentu kesuksesan kita itu harus kita pakai untuk melayani semakin banyak orang. Jangan pernah berpikir bahwa jika kita tidak sukses atau menderita, itu berarti kita tidak diberkati Tuhan.Penderitaan adalah cara yang paling bagus untuk mengenang, merasakan dan menyatukan kepedihan kita dengan sengsara Tuhan Yesus sendiri! Kita tidak akan pernah tahu seberapa besar makna penderitaan Tuhan jika kita tidak pernah sedikit pun mengalami penderitaan. Jika kita sedang menderita, ingatlah, Tuhan Yesus sendiri – Anak Allah itu – pernah menderita. Dan sama seperti Dia yang bangkit, percayalah Dia juga akan membangkitkanmu dari penderitaan itu!

    Mau mendengarkan renungan harian singkat dengan pendekatan pribadi? Kunjungi dan subscribe channel YouTube Risalah Immanuel. Upload setiap hari jam 6 pagi WITA!