Sengsara dan Wafat Yesus sebagai Penolakan Manusia

  • Saat-saat menjelang sengsara Yesus, masyarakat Yahudi disibukkan dengan persiapan menyambut Perayaan Paskah Yahudi. Yesus pun merasa perlu untuk merayakannya, maka Ia menyuruh para murid-Nya untuk mempersiapkan perjamuan Paskah bersama. 
  • Rupanya, Perjamuan Malam Paskah itu, menjadi perjamuan terakhir bagi Yesus dengan para murid-Nya, sekaligus menjadi perjamuan perpisahan sebelum Ia meninggalkan para murid-Nya. Perjamuan itu menjadi lambang pengorbanan Yesus yang sebesar-besarnya bagi para murid dan umat manusia. 
  • Perjamuan itu menjadi perjamuan syukur, sekaligus pengorbanan diri-Nya. Roti dan anggur yang dihidangkan menjadi lambang Tubuh dan Darah-Nya yang akan dikorbankan di kayu salib.
  • Usai mengadakan Perjamuan Paskah, Yesus ditemani para murid-Nya pergi ke Taman Zaitun untuk berdoa. Di Taman Zaitun atau Taman Getsemani inilah kisah penderitaan Yesus dimulai.
  • Yesus sangat sadar bahwa dalam menjalankan tugas perutusan dari Bapa-Nya, Ia akan menghadapi resiko yang sangat berat, bahkan harus kehilangan nyawa-Nya dengan cara yang sangat tragis. “Ya Bapa-Ku, jikalau Engkau mau, ambillah cawan ini daripada-Ku; tetapi bukanlah kehendak-Ku, melainkan kehendak-Mulah yang terjadi” (Luk 22:42). 
  • Sebagai manusia Ia tentu merasa sangat takut. Injil Lukas secara dramatis menggambarkan: “Ia sangat ketakutan dan makin sungguh-sungguh berdoa. Peluh-Nya menjadi seperti titik-titik darah yang bertetesan ke tanah” (Luk 22:44). 
  • Akhirnya harus dikatakan bahwa Yesus menjadi kurban kebencian dan permusuhan para pemimpin agama Yahudi. Yesus disingkirkan atas nama hukum Allah. Pembunuhan terhadap Yesus adalah pembunuhan keagamaan. Mungkin alasan konkret bertindak melawan Yesus adalah pembersihan kenisah (lih. Mrk 11:28 dst.). Tetapi dasar yang sesungguhnya ialah pewartaan Yesus yang dianggap berbahaya bagi kedudukan dan kuasa para pemimpin agama Yahudi. 
  • Salib merupakan tanda penolakan total terhadap Pewartaan Yesus tentang Kerajaan Allah.
  • Apa yang dapat kita teladani dari sikap Yesus dalam menghadapi penderitaan-Nya? Seluruh hidup Yesus adalah wujud solidaritas dan kasih Allah kepada manusia. Ia setara dengan Allah yang merendahkan diri untuk setara dengan manusia. Ia rela mati demi manusia yang dikasihi-Nya. Dan itu semua dihayati oleh Yesus sebagai bentuk ketaatan dan penyerahan diri secara total kepada Allah. Meneladani Yesus sesungguhnya meneladani dua aspek hidup Yesus, yakni Solidaritas dan Ketaatan.
  • Kita diajak solider terhadap mereka yang miskin, menderita, tertindas, yang membutuhkan pembebasan dalam hidupnya. Kita diajak pula melakukan pembelaan terhadap mereka yang penuh ketaatan, sekalipun penderitaan dan kematian menjadi resikonya.
  • Dalam hidup sehari-hari ada banyak hal yang membuat kita mengalami penderitaan. Penderitaan dapat terjadi karena adanya kekerasan, baik fisik ataupun psikis (mental) yang menimpa diri kita karena perlakuan orang lain atau karena kesalahan kita sendiri. 
  • Apabila kita menerima perlakuan yang membuat kita menderita, maka dapat terjadi perlakuan itu kita tanggapi dengan cara yang sama. Apabila kita mengalami penderitaan karena tindak kekerasan dari orang lain, maka kita seringkali menanggapinya dengan kekerasan baru terhadap orang tersebut.
  • Apabila kekerasan dilawan kekerasan akan timbul kekerasan baru lainnya, dan penderitaan akan berlanjut terus. Untuk memutus rantai kekerasan yang membawa penderitaan ini diperlukan sikap yang tepat yaitu pengampunan sejati seperti yang telah dilakukan Yesus dalam sabda pertamanya. Pengampunan sejati akan membuat kita bebas dari kuasa dendam yang membelenggu, dan menjadi jalan menuju kedamaian hidup bersama dengan orang lain.
  • Apabila penderitaan itu berasal dari kesalahan kita sendiri, maka kita perlu mengambil sikap seperti penjahat yang disalib bersama Yesus. Penjahat yang disalib bersama Yesus tidak menimpakan kesalahan yang mengakibatkan dirinya menderita kepada orang lain, melainkan bertobat. Ia mengakui bahwa dirinyalah yang bersalah. Ia tidak mencari “kambing hitam” atas penderitaan yang dialaminya. Ia menyesali kesalahannya dan bertobat dengan menyerahkan seluruh hidupnya kepada Yesus.
  • Sebagaimana dialami Yesus, pada saat mengalami kepahitan dan penderitaan hidup seringkali kita merasa ditinggalkan oleh orang-orang yang kita kasihi, bahkan merasa ditinggalkan Allah. Yesus telah memberi teladan betapa bernilai kehadiran dan sikap bela rasa kita terhadap penderitaan orang lain. Kita pun dapat ikut berbela rasa kepada orang-orang yang sedang mengalami penderitaan. Bela rasa membuat kita tidak merasa sendirian. Kita bahkan dapat menanggung penderitaan yang kita alami bersama orang lain.
  • Pada detik-detik akhir hidup-Nya, Yesus berseru, “Sudah selesai!” Artinya, lewat penderitaan-Nya, Yesus menyelesaikan tugas perutusan-Nya di dunia ini dengan sempurna. Ada dua hal yang patut kita teladani. Pertama, kita harus melaksanakan dan menyelesaikan tugas-tugas kita dengan sebaik-baiknya. Kedua, kita harus berani menderita dalam menunaikan tugas-tugas kita itu sampai akhir hayat. Bahkan Yesus mempersembahkan penderitaan-Nya demi keselamatan seluruh umat manusia. Kita pun boleh mempersembahkan penderitaan kita kepada Tuhan bagi keselamatan orang-orang yang kita cintai atau kita kenal.
  • Yesus melaksanakan tugas perutusan-Nya dengan sebaik-baiknya, sampai titik darah penghabisan. Penderitaan merupakan bagian tak terpisahkan dari hidup manusia. Hampir semua orang mengalami, walau dengan kadar dan bentuk yang berbeda. Penderitaan ditanggapi orang secara berbeda. Ada yang bersikap negatif, bila menderita ia menjadi putus asa, menyalahkan diri sendiri atau orang lain, bahkan menyalahkan Tuhan dengan bertindak tidak adil. Sehingga ia merasa hidupnya tak berarti lagi, muncul sikap dendam pada orang lain atau menjauhi Tuhan dan tidak menutup kemungkinan ia akan mengakhiri hidupnya secara tragis. Tetapi ada juga ketika menderita ia akan berusaha tetap tabah, menjalaninya dengan sabar dan tegar dan lebih mendekatkan diri pada Tuhan, seperti halnya kakek penjual kangkung dalam cerita di atas tersebut.
  • Dua peristiwa penting sebelum sengsara dan wafat Yesus yaitu:
    1) Pertama Sebelum menderita sengsara, Yesus menyuruh para murid-Nya untuk mempersiapkan perjamuan Paskah bersama. Rupanya, Perjamuan Malam Paskah itu, menjadi perjamuan terakhir bagi Yesus dengan para murid-murid-Nya, sekaligus menjadi perjamuan perpisahan sebelum Ia meninggalkan para murid-Nya. Perjamuan itu menjadi lambang pengorbanan Yesus yang sebesar-besarnya bagi para murid dan umat manusia. Perjamuan itu menjadi perjamuan syukur, sekaligus pengorbanan diri-Nya. Roti dan anggur yang dihidangkan menjadi lambang Tubuh dan Darah-Nya yang akan dikorbankan di kayu salib.
    2) Kedua, setelah mengadakan Perjamuan Paskah, Yesus ditemani para murid-Nya pergi ke Taman Zaitun untuk berdoa. Yesus sangat sadar bahwa dalam menjalankan tugas perutusan dari Bapa-Nya, Ia akan menghadapi resiko yang sangat berat, bahkan harus kehilangan nyawa-Nya dengan cara yang sangat tragis. ”Ya Bapa-Ku, jikalau Engkau mau, ambillah cawan ini daripada-Ku; tetapi bukanlah kehendak-Ku, melainkan kehendak-Mulah yang terjadi” (Luk 22:42). Sebagai manusia Ia tentu merasa sangat takut. Injil Lukas secara dramatis menggambarkan: “Ia sangat ketakutan dan makin sungguh-sungguh berdoa. Peluh-Nya menjadi seperti titik-titik darah yang bertetesan ke tanah” (Luk 22:44). Inilah dua peristiwa penting yang terjadi sebelum Yesus mengalami penderitaan dan wafat disalib.
  • Sebagai murid-Nya, kita harus belajar dari sikap Yesus dalam menghadapi penderitaan yaitu: Pertama, tetap tabah dalam menghadapi penderitaan dan disertai sikap penyerahan diri kepada Tuhan. Kedua berani menghadapi resiko demi menegakkan kebenaran dan keadilan. Ketiga, Kita diajak solider terhadap mereka yang miskin, menderita, tertindas dan yang membutuhkan pembebasan dalam hidupnya.

Catatan Buku Guru Kelas 8 K13

Mau mendengar inspirasi renungan harian dengan pendekatan pribadi?
Kunjungi dan subscribe kanal YouTube Risalah Immanuel
Upload setiap hari jam 6 sore!