Bagaimana Mungkin Kami Tak Mencintaimu, Bunda?

Dulu sekali, sang perempuan pertama digoda oleh “Malaikat yang Jatuh” di dekat pohon pengetahuan tentang yang baik dan yang jahat, disaksikan oleh pohon kehidupan. Perempuan itu, Hawa, tergoda dan masuklah kematian ke dalam dunia (Kejadian 3).
Lalu engkau hadir, Bunda. Malaikat datang pada-Mu membawa pesan dari Tuhan. Dan engkau patuh. Itulah awal dari kisah masuknya Hidup ke dalam dunia (Lukas 1).
Jika dulu, kejatuhan kemanusiaan itu terjadi di sekitar Adam, Hawa dan pohon dari buah terlarang itu (Kejadian 3), maka ‘bangkitnya’ kemanusiaan itu terjadi di sekitar penyaliban: Kristus – Sang Adam yang baru (1 Korintus 15:45) -, engkau sendiri Bunda, dan kayu salib itu yang lebih terlihat sebagai ‘pohon kehidupan’! (Yohanes 19:25).

Dulu, Rahel melahirkan Yusuf yang dijual oleh saudara-saudaranya, yang dibuang ke dalam sumur gelap sebelum akhirnya ‘bangkit’ menjadi pemimpin besar yang menyelamatkan bukan hanya bangsanya melainkan bangsa-bangsa lain dengan membagi-bagikan gandum (Kejadian 30 dst.).
Pada waktumu, engkau melahirkan Tuhan Yesus yang dijual oleh salah seorang muridnya, yang masuk ke dalam kubur gelap selama tiga hari sebelum akhirnya BANGKIT menyelamatkan seluruh umat manusia dengan memberikan tubuh-Nya sendiri yang adalah roti hidup! (Semua Injil mengabarkannya!).
Dan Rahel, bunda yang menangisi anak-anak Israel dalam Nubuat Yeremia (Yeremia 31:15), dikuburkan di Betlehem (Kejadian 35:19), sebuah tempat yang sungguh tak asing bagimu. Di situlah engkau melahirkan Tuhan kami, Yesus Kristus. Di situ jugalah engkau pergi dengan tergesa-gesa bersama Santo Yusuf menyelamatkan diri dari kekejian Herodes (Matius 2:13). Dan sebagaimana Rahel dikenal sebagai bunda yang berduka cita untuk anak-anaknya, engkau juga kami kenal sebagai Bunda Dukacita yang menyaksikan sendiri kesengsaraan Kristus hingga kematian-Nya!

Menjelang kematian-Nya, salah satu wasiat Tuhan Yesus adalah mengangkat kami menjadi anak-anakmu, dan menganugerahkanmu menjadi Bunda bagi kami yang diwakili oleh Santo Yohanes (Yohanes 19:26-27). Dan dengan demikian menjadi jelaslah bagi kami, mengapa kami dari waktu ke waktu terus berjuang melawan “Malaikat yang Jatuh” itu, si Naga ular tua itu, si Iblis. Di Kitab Wahyu dengan jelas tertulis, “Maka marahlah naga itu kepada perempuan itu, lalu pergi memerangi keturunannya yang lain, yang menuruti hukum-hukum Allah dan memiliki kesaksian Yesus.” (Wahyu 12:17).

Apakah kami takut? Tentu tidak! Jika Tuhan di pihak kami, siapakah yang akan melawan kami? (Roma 8:31). Selain itu, betapa engkau meneguhkan kami. Engkaulah Tabut Perjanjian yang baru bagi kami. Jika Tabut Perjanjian yang lama adalah tempat untuk menyimpan Manna – roti yang diberikan Tuhan di padang gurun kepada bangsa Israel -, Dua Loh batu dimana Tuhan menyabdakan perintah-Nya, dan tongkat imam Harun (Ibrani 9:4), maka engkau – Tabut Perjanjian kami yang baru – adalah tempat di mana Kristus pernah bersemayam. Kristus yang adalah Roti Hidup (Yohanes 6:51), Sabda yang menjelma menjadi manusia (Yohanes 1:14), dan Imam Besar kami (Ibrani 8:1)! Sama seperti Tuhan menyertai bangsa Israel pada waktu dulu dengan Tabut Perjanjian itu (1 Samuel 4-7), maka Tuhan pun menyertai kami dengan kehadiranmu saat kami berjuang melawan Si Jahat itu dalam hidup kami.

Bagaimana mungkin kami tak mencintaimu, Bunda? Ada yang menggoda kami bahwa engkau hanyalah dogma. Mereka salah. Engkau adalah pribadi. Engkaulah Hawa baru itu. Engkaulah Rahel baru itu. Engkaulah Tabut Perjanjian yang baru itu! Kehadiranmu telah sangat jelas terlihat dalam bayang-bayang Kitab Suci Perjanjian Lama. Bagaimana mungkin kami tidak mencintaimu, Bunda? Engkau yang menyaksikan sengsara Putra-Mu dan tidak sekali-kali meninggalkanNya hingga wafat di salib, kini menyaksikan juga penderitaan kami putra-putrimu yang diamuk si naga, ular tua itu. Dan kami tahu, bukan hanya percaya, bahwa engkau juga sekali-sekali tidak meninggalkan kami dalam lembah duka ini!

Salam Maria, penuh rahmat, Tuhan sertamu! (Lukas 1:28).
Terpujilah engkau di antara wanita,
dan terpujilah buah tubuhmu, Yesus (Lukas 1:42).
Santa Maria, Bunda Allah,
Doakanlah kami yang berdosa ini,
Sekarang dan waktu kami mati.
Amin.

Sumbawa, 15 Agustus 2024.

Tidakkah kita menempatkan Bunda Maria lebih tinggi dari seharusnya?

Saya yakin bukan cuma saya yang mengalami pergumulan ini dalam Gereja Katolik. Ada kalanya dalam perjalanan hidup doa dan devosi saya kepada Bunda Maria, saya mengalami kekeringan. Kalau tidak salah desolasi istilahnya. Sudah benarkah ajaran Gereja Katolik tentang Bunda Maria? Tidakkah dia hanyalah ibu dari manusia Yesus? Mengapa seolah-olah perannya begitu penting, sehingga orang-orang Katolik bahkan mungkin lebih sering berdoa Salam Maria daripada Bapa Kami?

Pergumulan ini timbul tenggelam seiring datang dan perginya Bulan Maria dan Bulan Rosario. Kadang bibir mengucap doa namun hati tidak di sana. Berbagai pemikiran berkecamuk. Apakah yang saya lakukan ini benar?

Beberapa saat yang lalu saat berselancar di YouTube, saya mendarat di sebuah percakapan menarik antara dua orang Katolik: Matthew Leonard dan Dr. Brant Pitre. Mereka bercakap-cakap tentang Bunda Maria. Nah, ini menarik, pikir saya. Ternyata Dr. Brant Pitre pun pernah mengalami kegundahan yang sama menyangkut Bunda Maria dalam perjalanan hidup doa dan devosinya. Apa yang dia jabarkan tentang Bunda Maria dari Kitab Suci sungguh memberikan terang baru bagi saya dalam melihat Bunda Maria.

Dalam eksegese Alkitab, dikenal istilah typology. Secara sederhana, typology adalah usaha untuk melihat hubungan antara Perjanjian Lama dengan Perjanjian Baru; bagaimana Perjanjian Baru menyempurnakan apa yang dinubuatkan atau tergambar dari Perjanjian Lama.

Bunda Maria adalah Tabut Perjanjian atau Tabut Allah yang baru. Saya sudah pernah mendengar hal ini, namun belum pernah mendengar bagaimana hal ini dapat dijelaskan. Tabut Perjanjian atau Tabut Allah adalah sebuah tempat istimewa yang dibuat oleh Musa dan orang-orang Israel untuk menyimpan kedua loh batu yang berisi Sepuluh Perintah Allah. Dengan kata lain, Tabut Perjanjian itu berisi Sabda Allah sendiri. Dari Surat Ibrani kita tahu bahwa kemudian, Tabut Perjanjian juga dipakai untuk menyimpan buli-buli emas berisi manna (roti yang diberikan Allah pada bangsa Israel saat mereka kelaparan), dan tongkat Harun, sang Imam, saudara Musa, yang pernah bertunas (Ibrani 9:4).

Pembandingan Tabut Perjanjian dengan Bunda Maria ini dapat kita mulai dengan membandingkan Kitab Keluaran dan Injil Lukas. Dalam Kitab Keluaran 40:34 dikatakan bahwa ‘kemuliaan Tuhan memenuhi Kemah Suci’. Kemah Suci adalah tempat Tabut Perjanjian itu disimpan. Dalam Injil Lukas 1:35 dikatakan bahwa ‘kuasa Allah yang Mahatinggi akan menaungi engkau (Bunda Maria). Santo Lukas, sang Penginjil, menggunakan bahasa Yunani untuk menulis injilnya. Tentu, dia membaca Septuaginta, Kitab Perjanjian Lama yang berbahasa Yunani. Dan dia menggunakan kata yang sama untuk menggambarkan bagaimana kuasa Allah yang Mahatinggi akan menaungi Bunda Maria dengan kata yang dipakai dalam Septuaginta untuk menggambarkan bagaimana kemuliaan Tuhan memenuhi Kemah Suci: ἐπισκιάζω, episkiazō. Dan kata ini tidak banyak dipakai dalam Alkitab. 

Selanjutnya, kita bisa membandingkan Kitab 2 Samuel 6 saat Raja Daud memindahkan Tabut Allah ke Yerusalem dengan Injil Lukas 1:39-56 saat Bunda Maria mengunjungi Elisabet, sanaknya itu. Dalam Kitab 2 Samuel 6 itu Raja Daud begitu heran dengan kuasa Tabut Allah itu sehingga dia berkata pada ayat 9, “Bagaimana tabut TUHAN itu dapat sampai kepadaku?” Di Injil Lukas 1:43, Elisabet juga merasa heran sehingga ia berkata, “Siapakah aku ini, sampai Ibu Tuhanku datang mengunjungi aku?” Mungkinkah kecocokan ayat ini hanya kebetulan semata? Ayat lain di kisah yang sama akan menggugurkan kemungkinan kebetulan ini. Dalam 2 Samuel 6:11 dikatakan bahwa ‘Tiga bulan lamanya tabut Tuhan itu tinggal di rumah Obed-Edom.’ Dan Injil Lukas 1:56 mengatakan ‘Dan Maria tinggal kira-kira tiga bulan lamanya bersama dengan Elisabet, lalu pulang kembali ke rumahnya.’ Santo Lukas tidak menulis bahwa Maria tinggal dengan Elisabet sampai dia melahirkan Yohanes, melainkan dia memilih untuk menulis ‘Maria tinggal kira-kira tiga bulan lamanya bersama dengan Elisabet’ persis seperti ‘tiga bulan lamanya tabut Tuhan itu tinggal di rumah Obed-Edom’.

Nah, sekarang mari kita lihat, apakah Bunda Maria sungguh memiliki kualifikasi sebagai Tabut Perjanjian? Dari Surat Ibrani 9:4 kita tahu bahwa Tabut Perjanjian itu menyimpan manna (roti dari Allah untuk bangsa Israel saat mereka kelaparan di padang gurun), tongkat Harun (Imam Israel) dan loh-loh batu bertuliskan perjanjian (Sabda Allah). Dan rupanya, tidak sulit bagi kita untuk melihat fakta ini: Bunda Maria adalah perawan yang mengandung dan melahirkan Roti Hidup (Yohanes 6:35), Sang Imam Besar (Ibrani 9:11) dan Sang Sabda Yang Menjadi Manusia (Yohanes 1:14).

Sungguh, penjabaran ini memberikan terang baru bagi saya dalam memahami Bunda Maria. Saya percaya bahwa penghormatan yang kita berikan padanya tidaklah berlebihan. Saya selalu memastikan kepada diri saya sendiri bahwa satu-satunya penyelamat adalah Tuhan Yesus, bahwa satu-satunya Pengantara kepada Bapa adalah Tuhan Yesus, dan bahwa menghormati dan mengasihi orang yang dihormati dan dikasihi Yesus adalah pengalaman iman yang luar biasa. Dan saya berdoa bersama Bunda-Nya.

Jika Anda tertarik untuk menyaksikan sendiri percakapan antara Matthew Leonard dan Dr. Brant Pitre di YouTube, silakan klik tautan ini

Mataram 2 Oktober 2019,
Aendydasaint.com 

Maria Teladan Hidup Beriman – Catatan Penting

  • Dalam menanggapi warta karya keselamatan Allah, maka kita harus mau meneladani Santa Perawan Maria yang telah bersedia menanggapi kehendak Allah dengan penuh ketaatan iman yang sempurna.
  • Untuk itu kita perlu memahami peranan Maria dalam sejarah keselamatan:
    1. Maria Menerima Warta Gembira
    Dalam bulan yang keenam Allah menyuruh Malaikat Gabriel pergi ke sebuah kota di Galilea bernama Nazaret, kepada seorang perawan yang bertunangan dengan seorang yang bernama Yusuf dari keluarga Daud. Nama perawan itu Maria. Malaikat Gabriel menyampaikan warta bahwa ia akan mengandung dan akan melahirkan seorang anak laki-laki dan hendaklah dinamai Yesus. Pada awal-nya Maria ragu-ragu karena bagaimana mungkin hal itu terjadi karena ia belum bersuami tetapi kemudian Maria mendapat peneguhan bahwa semua itu terjadi karena Kuasa Allah yang Mahatinggi dan bagi Allah tidak ada yang mustahil. Ia menerima pemberitahuan dan janji yang disampaikan oleh malaikat dengan penuh iman dan memberikan persetujuannya: “Lihatlah, aku ini hamba Tuhan; jadilah padaku menurut perkataanmu” (lih. Luk 1:26-38). Demikianlah Maria, Puteri Adam menyetujui Sabda Ilahi, dan menjadi bunda Yesus. Dengan sepenuh hati yang tak terhambat oleh dosa manapun ia memeluk kehendak Allah yang menyelamatkan, dan membaktikan diri seutuhnya sebagai hamba Tuhan kepada pribadi serta karya Puteranya. Maka tepatlah yang dikatakan S. Ireneus “Ikatan yang disebabkan oleh ketidaktaatan Hawa telah diuraikan oleh ketaatan Maria: apa yang diikat oleh Hawa karena tidak percaya, telah dilepaskan oleh perawan Maria karena imannya (lih. LG 56).
    2. Maria dan Masa Kanak-Kanak Yesus
    Konsili Vatikan II dalam dokumen Konstitusi Dogmatis tentang Gereja art. 57 menjelaskan sebagai berikut: Adapun persatuan Bunda dengan Puteranya dalam karya penyelamatan itu terungkap sejak saat Kristus dikandung oleh Santa Perawan hingga wafat-Nya. Pertama-tama, ketika Maria berangkat dan bergegas-gegas mengunjungi Elizabet dan diberi ucapan salam bahagia olehnya kemudian pendahulu melonjak gembira dalam rahim ibunya (lih. Luk 1:41-45). Kemudian ketika pada kelahiran Yesus, dimana Bunda Allah penuh kegembiraan menunjukkan kepada para gembala dan para majus, Puteranya yang sulung, yang tidak mengurangi keutuhan keperawanannya, melainkan justru menyucikannya. Ketika ia di Kenisah, sesudah menyerahkan persembahan kaum miskin, menghadapkan-Nya kepada Tuhan, ia mendengarkan Simeon sekaligus menyatakan Puteranya akan menjadi tanda yang akan menimbulkan perbantahan dan bahwa suatu pedang akan menembus jiwa Bundanya, supaya pikiran hati banyak orang menjadi nyata (lih. Luk 2:34-35). Ketika orang tua Yesus dengan sedih hati mencari Putera mereka yang hilang, mereka menemukan-Nya di Kenisah sedang berada dalam perkara-perkara dengan Bapa-Nya, dan mereka tidak memahami apa yang dikatakan oleh Putera mereka. Tetapi Bunda-Nya menyimpan semua itu dalam hatinya dan merenungkannya (lih. Luk 2:41-51).
    3. Maria dan Hidup Yesus di Muka Umum
    Dalam hidup Yesus di muka umum tampillah bunda-Nya dengan penuh makna, pada permulaan, ketika pada pesta pernikahan di Kana yang di Galilea ia tergerak oleh belas kasihan, dan dengan pengantaraannya mendorong Yesus Almasih untuk mengerjakan tandanya yang pertama (lih. Yoh2:1-11). Dalam pewartaan Yesus, ia menerima sabda-Nya ketika Puteranya mengagungkan Kerajaan di atas pemikiran dan ikatan daging serta darah, dan menyatakan bahagia mereka yang mendengarkan dan melakukan sabda Allah (lih. Mrk 3:35 dan Luk 11:27-28), seperti dijalankannya sendiri dengan setia (lih. Luk 2:19 dan 51). Demikianlah Santa Perawan juga melangkah maju dalam peziarahan iman. Dengan setia ia mempertahankan persatuannya dengan Puteranya hingga disalib, ketika ia sesuai dengan rencana Allah berdiri di dekatnya (lih.Yoh 19:25). Disitulah ia menanggung penderitaan yang dahsyat bersama dengan Puteranya yang tunggal. Dengan hati keibuannya ia menggabungkan diri dengan korban-Nya, dan penuh kasih menyetujui persembahan korban yang dilahirkannya. Dan akhirnya oleh Yesus Kristus itu juga, menjelang wafat-Nya di kayu salib, ia dikurniakan kepada murid-murid menjadi Bundanya dengan kata-kata ini: “Wanita, inilah anakmu” (lih. Yoh 19:26-27).
  • Selama seluruh kehidupannya, juga dalam percobaannya yang terakhir yaitu ketika Yesus Puteranya wafat di kayu salib, iman Bunda Maria tidak goyah. Ia tidak melepaskan imannya bahwa Sabda Allah: “akan terpenuhi”. Karena itu Gereja menghormati Maria sebagai tokoh iman yang paling murni (Katekismus Gereja Katolik 148-149).
  • Ketaatan iman yang sempurna yang ditunjukkan oleh Sang Perawan Maria harus menjadi pedoman bagi kita dalam beriman. Dalam hidup sehari-hari kita harus memandang setiap peristiwa hidup sebagai bagian dari rencana dan karya Allah yang senantiasa berkendak menyelamatkan semua orang, disertai dengan sikap penyerahan diri secara total kepada kehendak Allah.

 

Catatan Penting Materi Kelas 9 K13