Perselingkuhan Daud dan Batsyeba (Allah Tetap Adil) – Tafsir Naratif terhadap Kisah Daud dan Batsyeba 2 Samuel 11:1-27

baca 2 Samuel 11:1-27

1. Pengantar

Kisah Daud dan Batsyeba adalah sebuah kisah yang populer. Karena kepopuleran itu, kisah ini kerap menjadi rujukan favorit dalam pesan-pesan yang mengecam ketidaksetiaan atau keserakahan. Sekilas, sisi negatif kisah ini memang amat menonjol. Namun, bila dilihat dari keterhubungan kisah ini dengan kisah-kisah sebelum dan sesudahnya maka akan tampak sisi positifnya: keadilan Allah. Tulisan ini akan mencoba melihat keadilan Allah dalam kisah yang tampaknya tidak adil.

2. Kisah yang Tidak Adil

Kisah Daud dan Batsyeba bermula ketika Daud tinggal di Yerusalem pada waktu raja-raja biasanya maju berperang pada pergantian tahun. Pada waktu itu Daud tidak ikut memusnahkan bani Amon bersama Yoab dan orang-orangnya dan seluruh orang Israel. Dapat dibayangkan bahwa pada waktu itu yang tinggal di Yerusalem hanyalah para wanita, para budak, beberapa penjaga kota dan istana, dan Daud sendiri.

Sekali peristiwa pada waktu petang, Daud berjalan-jalan di atas sotoh istana dan tampak kepadanya dari atas sotoh itu seorang perempuan sedang mandi. Perempuan itu adalah Batsyeba binti Eliam dan ia adalah isteri Uria orang Het, bawahan Yoab. Tergoda dengan apa yang dilihatnya (J.C. Exum, “Who’s Afraid of the Endangered Ancestress”, dalam J. C. Exum dan D.J.A. Clines, The New Literary Criticism and the Hebrew Bible, (Sheffield, 1993), 105), Daud menyuruh orang mengambil Batsyeba lalu dia tidur dengan perempuan itu. Beberapa saat setelah itu perempuan itu mengandung dan ia memberitakan hal itu kepada Daud.

Kenyataan bahwa perbuatannya telah membuahkan “hasil”, membuat Daud mulai melancarkan berbagai trik demi menutupi kesalahannya. Trik pertama, Daud memanggil Uria dari medan perang. Alasan pemanggilan ini “tampaknya” untuk menanyakan keadaan Yoab dan tentara dan keadaan perang. Daud pun menyenangkan hati Uria dengan hadiah dan menyuruhnya pulang. Alasan utama dari trik pertama ini tentu supaya Uria pulang ke rumahnya dan tidur dengan isterinya sehingga suatu hari nanti kehamilan Batsyeba dapat dimaklumi oleh Uria. Namun trik ini gagal karena Uria adalah orang yang amat solider dengan tuan dan rekan-rekannya sehingga ia tidak pulang melainkan membaringkan diri di depan pintu istana bersama-sama hamba tuannya.

Trik kedua, Daud memanggil Uria untuk makan dan minum dan membuatnya mabuk. “Tampaknya” jamuan ini adalah jamuan istimewa sebelum Uria dilepas kembali ke medan perang. Namun jamuan ini dapat dicurigai sebagai salah satu cara untuk membuat Uria pulang karena Daud membuatnya mabuk. Sayangnya Uria tidak pulang melainkan kembali berbaring tidur bersama-sama para hamba tuannya. Usaha Daud ini pun gagal.

Setelah usahanya gagal untuk membuat Uria pulang dan tidur dengan isterinya, Daud tidak memiliki pilihan lain selain melenyapkan Uria. “Tidak memiliki pilihan lain” dalam artian ini adalah bagaimana Daud tidak mau menyakiti hati anak buahnya secara langsung. Daud tidak membiarkan Uria tahu apa yang telah terjadi dan “membuatnya” mati dengan kebanggaan sebagai pahlawan Israel. Daud menyuruh Yoab menempatkan Uria di barisan depan dalam pertempuran yang paling hebat kemudian meninggalkannya supaya ia terbunuh mati. Akhirnya Uria pun tewas dalam konspirasi licik antara Daud dan Yoab.

Ketika Batsyeba mendengar bahwa Uria suaminya telah mati maka merataplah ia. Namun setelah waktu berkabung itu usai, tanpa catatan bahwa ia merasa bersalah terhadap suaminya, perempuan itu menjadi isteri Daud dan melahirkan seorang anak laki-laki baginya. Tampaknya, ratapannya hanyalah formalitas upacara bagi orang yang ditinggal mati suaminya.

Kisah ini adalah kisah yang tidak adil dari sudut pandang Uria. Ia dikhianati oleh Raja dan isterinya pada saat ia berjuang di bawah perintah Raja dan juga demi kebanggaan isterinya. Allah juga tidak melakukan apa-apa ketika orang yang menghormati Tabut dan orang Israel (lihat ayat 11), bangsa pilihan-Nya, mengalami ketidakadilan.

3. Allah Tetap Adil

Keadilan Allah dapat ditelusuri dari kalimat terakhir dalam kisah itu: Tetapi hal yang telah dilakukan Daud itu adalah jahat di mata TUHAN. Pertanyaan yang dapat muncul di sini adalah apakah Allah cukup adil hanya dengan “mengkategorikan” perbuatan Daud sebagai sesuatu yang jahat. Kisah tentang Abraham dan Abimelekh (Kej 20) dan nubuat Nathan yang terbukti dengan kelakukan Absalom (Absalom adalah anak laki-laki ketiga Daud. Ibunya adalah Maakha, anak perempuan Talmai raja Gesur. Ia dilahirkan di Hebron (II Sam 3:3)) (II Sam 12:11-12 > II Sam16:22) dapat membantu menjawab pertanyaan itu.

Kej 20 mengkisahkan bahwa ketika Abraham tinggal di Gerar sebagai orang asing, ia mengatakan bahwa Sara adalah saudaranya dan karena itu Abimelekh, raja Gerar, mengambil Sara. Tetapi Allah datang kepada Abimelekh dalam suatu mimpi dan berfirman kepadanya bahwa ia harus mati karena ia telah mengambil perempuan yang telah bersuami. Abimelekh keberatan karena sejauh yang ia tahu Sara adalah saudara Abraham dan bahwa ia melakukan hal itu dengan tulus. Allah rupanya tahu bahwa Abimelekh melakukan hal itu dengan tulus maka Ia pun mencegah Abimelekh untuk berbuat dosa terhadap-Nya; sebab itu Ia tidak membiarkan Abimelekh menjamah Sara. Maka Allah menyuruh Abimelekh mengembalikan Sara pada suaminya sebab jika tidak ia pasti mati. Maka Abimelekh mengembalikan Sara kepada Abraham dan ia terhindar dari kematian (dapat dibandingkan juga dengan kisah Ishak di negeri orang Filistin (Kej 26)).

Hal penting dari kisah di atas adalah bahwa Allah mencegah Abimelekh untuk berbuat dosa terhadap-Nya karena Abimelekh sungguh tidak tahu bahwa Sara adalah isteri orang lain dan ia melakukan hal itu dengan tulus. Unsur ketidaktahuan dan ketulusan ini tidak ada dalam diri Daud sehingga Allah tidak mencegah Daud ketika ia berbuat jahat. Allah bertindak adil dengan tidak berpihak pada orang yang jahat. Dalam kisah sebelumnya (I Sam 25), ketika Daud berada dalam posisi yang benar, Allah tidak segan-segan berpihak padanya dan dengan itu Daud “mendapatkan isteri orang lain” (H. P. Smith, A Critical and exegetical Commentary on the Books of Samuel, (Edinburgh, 1899), 221). Kejahatan Daud bukan hanya karena dia mengambil isteri orang lain melainkan juga karena dia melakukan kejahatan yang dibayangkan oleh Abraham dan Ishak, leluhurnya, akan dilakukan oleh orang-orang kafir di tempat mereka menumpang (Dominic Rudman, “The Patriarchal Narratives in the Books of Samuel” dalam Vetus Testamentum LIV, 2 (2004), 245).

Perbuatan Daud yang jahat itu kemudian mendapat hukuman berupa perbuatan Absalom yang menghampiri gundik-gundik ayahnya (II Sam 16:22). Perbuatan Absalom itu sebelumnya telah dinubuatkan oleh Natan (II Sam 12:11-12). Melalui Natan Allah berfirman bahwa malapetaka akan Ia timpakan ke atas Daud yang datang dari kaum keluarganya sendiri. Allah akan mengambil isteri-isterinya di depan matanya dan memberikannya kepada orang lain; orang itu akan tidur dengan isteri-isterinya di siang hari. Daud telah melakukan kejahatan itu secara tersembunyi, tetapi Ia akan melakukan hal itu di depan seluruh Israel secara terang-terangan. Di kemudian hari terjadilah bahwa dibentangkanlah kemah bagi Absalom di atas sotoh, lalu Absalom menghampiri gundik-gundik ayahnya di depan mata seluruh Israel. Walaupun akhirnya Daud luput dari kematian karena ia mengakui kedosaannya (II Sam 12:13), anak hasil kejahatannya itu tetap mati (II Sam 12:18) dan pedang tidak akan menyingkir dari keturunannya sampai selamanya (II Sam 12:10) (perebutan kekuasaan selalu terjadi di antara keturunan Daud sampai kerajaan Israel benar-benar musnah).

Dengan “mengkategorikan” perbuatan Daud sebagai kejahatan, itu berarti bahwa Allah mempertahankan tindakan-Nya yang Ia lakukan sejak dahulu, yakni berpihak pada orang yang benar, dan memberi hukuman yang pantas atas segala perbuatan yang jahat. Allah tetap Adil!

Abstrak

Kisah Daud dan Batsyeba adalah sebuah kisah yang tidak adil dari sudut pandang Uria. Namun, kisah itu tidak hanya berhenti sampai di situ. Dari kisah yang sama Allah menunjukkan keadilan-Nya. Sejak dulu Allah tidak berpihak pada orang yang jahat dan pasti akan menghukum segala perbuatan yang jahat.

aendydasaint.com

Bibliography:
Exum, J.C.,
1993 “Who’s Afraid of the Endangered Ancestress”, dalam J. C. Exum dan D.J.A. Clines, The New Literary Criticism and the Hebrew Bible, (Sheffield, 1993), 105.

Rudman, Dominic,
2004 “The Patriarchal Narratives in the Books of Samuel” dalam Vetus Testamentum LIV, 2 (2004), 245.

Smith, H. P.,
1899 A Critical and exegetical Commentary on the Books of Samuel, Edinburgh.

Santo Paulus Sang Misionaris Pertama

Pengantar

Paulus dari Tarsus (awalnya Saulus dari Tarsus) atau Rasul Paulus, (3 Masehi–67 Masehi) diakui sebagai tokoh penting dalam merumuskan ajaran Yesus. Paulus digambarkan dalam Perjanjian Baru sebagai orang Yahudi dari suku Benyamin, yang berkebudayaan Yunani (helenis) dan warga Roma dari Tarsus (sekarang Turki). Mulanya ia seorang penganiaya orang Kristen (saat itu ia bernama Saulus), dan sesudah pengalamannya berjumpa Yesus di jalan menuju kota Damaskus, ia berubah menjadi seorang pengikut Yesus Kristus (Kis. 9).

Paulus menyebut dirinya sebagai “rasul bagi bangsa-bangsa non-Yahudi” (Roma 11:13). Dia membuat usaha yang luar biasa melalui surat-suratnya kepada komunitas non-Yahudi untuk menunjukkan bahwa keselamatan yang dikerjakan oleh Yesus Kristus adalah untuk semua orang, bukan hanya orang Yahudi. Gagasan Paulus ini menimbulkan pertikaian antara dirinya dengan murid-murid Yesus, terutama dengan Yakobus dan umat Kristen-Yahudi awal, yang percaya bahwa untuk menjadi pengikut Yesus, orang-orang yang bukan Yahudi haruslah pertama-tama menjadi Yahudi terlebih dulu (lih. Gal. 2:11-14). Untuk menyelesaikan konflik ini, diadakanlah persidangan di Yerusalem (Kis. 15), yang disebut sebagai Sidang Sinode atau Konsili Gereja yang pertama.

Konsili ini menghasilkan beberapa keputusan penting:

1. Untuk menikmati karya penyelamatan Yesus, orang tidak harus menjadi Yahudi terlebih dahulu

2. Orang-orang Kristen yang bukan berasal dari latar belakang Yahudi tidak diwajibkan mengikuti tradisi dan pantangan Yahudi (mis. perihal tentang sunat dan memakan makanan yang diharamkan).

3. Paulus mendapat mandat untuk memberitakan Injil ke daerah-daerah berbahasa Yunani.

Pertobatan

Sebelum bertobat Paulus dikenal sebagai penganiaya Jemaat Perdana. Ia adalah seorang Farisi yang sangat taat kepada Hukum Taurat (Filipi 3:5). Kisah Para Rasul juga mengutip perkataan Paulus yang menyebut bahwa ia “adalah orang Farisi, keturunan orang Farisi” (KisahParaRasul 23:6).

Pertobatan Paulus dapat diperkirakan pada tahun 33-36 dengan mengacu pada salah satu suratnya. Menurut Kisah Para Rasul, pertobatannya (atau metanoia) terjadi di jalan menuju Damaskus di mana ia mengalami “pertemuan” dengan Yesus, yang kemudian menyebabkan ia menjadi buta untuk sementara (Kisah Para Rasul 9:1-31, 22:1-22, 26:9-24)

Surat-surat Paulus

Surat-surat Paulus bukan hanya menjadi alat komunikasi antara dirinya dengan komunitas-komunitas Kristen perdana, melainkan juga sebagai uraian teologisnya. Menurut para ahli Perjanjian Baru, yang tergolong dalam surat-surat Paulus adalah:

Surat Galatia

Surat 1 dan 2 Korintus

Surat Efesus

Surat Filipi

Surat Kolose

Surat Filemon

Surat 1 dan 2 Tesalonika

Surat Roma

Beberapa surat lainnya seringkali dipercayai berasal dari Paulus juga, seperti Surat 1 dan 2 Timotius dan Surat Titus, namun para ahli Perjanjian Baru juga menduga surat-surat itu ditulis oleh orang lain, kemungkinan adalah para pengikut Paulus.

Perjalanan misi pertama

Penulis Kisah Para Rasul menyusun perjalanan Paulus menjadi tiga perjalanan terpisah. Perjalanan pertama, (Kis. 13-14) awalnya dipimpin oleh Barnabas, yang mengambil Paulus dari Antiokhia menuju Siprus kemudian Asia Kecil (Anatolia) selatan, dan kembali ke Antiokhia. Di Siprus, Paulus memarahi dan membutakan mata Elimas si penyihir (Kis. 13:8-12) yang mengkritik ajaran-ajaran mereka. Dari titik ini, Paulus digambarkan sebagai pemimpin kelompok. Antiokhia dilayani sebagai pusat kekristenan utama dari penginjilan Paulus.

Perjalanan misi kedua

Dalam perjalanan misi kedua, Paulus ditemani oleh Silas. Mereka berangkat dari Antiokhia, menuju Syria dan Kilikia, dan tiba di selatan Galatia. Di Listra, Timotius bergabung dengan mereka. Mereka menyeberangi daerah Frigia dan perbatasan Misia. Lalu mereka bergabung dengan Lukas di Troas. Dia memutuskan untuk pergi ke Eropa, dan di Makedonia ia mendirikan komunitas Kristen pertama Eropa: Jemaat Filipi. Juga di Tesalonika, Berea, Athena dan Korintus. Dia tinggal selama 1,5 tahun di Korintus, di rumah sepasang suami-isteri, Akwila dan Priskila (Kisah Para Rasul 18:11). Pada musim dingin tahun 51, ia menulis surat pertama kepada Jemaat Tesalonika, dokumen tertua dari Perjanjian Baru. Tahun berikutnya ia kembali ke Antiokhia.

Perjalanan misi ketiga

Setelah tinggal di Antiokhia beberapa saat, Paulus pergi ke Galatia dan Frigia untuk mendukung Gereja-gereja yang telah ia dirikan pada perjalanan sebelumnya (KisahParaRasul 18:23). Kemudian ia berkeliling pada wilayah barat Bitinia dan tiba di Efesus dengan perjalanan darat. Di Efesus ia menulis surat pertamanya kepada orang-orang Korintus pada tahun 54 dan surat kedua pada akhir tahun 57.

Setelah tiga tahun di Efesus, Paulus kemudian mengunjungi Asia Kecil dan Yunani. Kemudian mendahului Lukas, ia berlayar ke Troas, disertai beberapa murid-muridnya (Kisah Para Rasul 20:4), disebabkan karena rencana pembunuhan terhadap dirinya oleh orang-orang Yahudi. Dan akhirnya ia kembali ke Yerusalem dan bertemu dengan Yakobus di sana.

Kematian

Alkitab tidak mengatakan bagaimana dan kapan Paulus meninggal. Namun menurut tradisi Kristen, Paulus dipenggal di Roma pada masa pemerintahan Nero pada sekitar pertengahan 60-an di Tre Fontane Abbey.

Pada bulan Juni 2009, Paus Benediktus mengumumkan hasil penggalian makam Paulus di Basilika Santo Paulus di Luar Tembok. Sarkofagus itu sendiri tidak terbuka, namun diuji dengan upaya penyelidikan. Dan itu menunjukkan potongan-potongan kemenyan, kain ungu dan kain biru serta fragmen tulang kecil. Tulang itu bertanggal radiokarbon abad ke-1 hingga ke-2. Menurut Vatikan, ini tampaknya mengkonfirmasi tradisi makam milik Paulus.

Disarikan dari http://id.wikipedia.org/wiki/Paulus_dari_Tarsus