- Umumnya remaja SMP sadar bahwa dirinya, sebagai perempuan atau laki-laki sedang berkembang. Ia sadar bahwa dirinya makin menarik karena cantik atau tampan. Ia juga sadar bahwa kekhasan dan fungsi-fungsi dirinya makin bertambah. Dalam kondisi semacam itu sesungguhnya mereka makin perlu mendapat bimbingan dan arahan, agar mereka tidak hanya merasa puas terhadap pencapaian kematangan fisik. Sebab, banyak kasus sekarang ini yang memperlihatkan beberapa remaja yang menggunakan pencapaian kematangan fisik itu justru dengan melakukan tindakan yang dapat merusak diri mereka sendiri, seperti memamerkan bahkan menjual tubuh, atau melakukan pengeroyokan untuk memperlihatkan kekuatan, merokok atau memakai narkoba sebagai gaya hidup.
- Tentu saja para remaja perlu belajar menyadari bahwa pencapaian kematangan fisik itu bukan titik akhir dari perkembangan mereka. Para remaja, perlu diajak melangkah untuk berfikir lebih jauh bahwa masih banyak hal yang harus dilatih, dimiliki dan dibiasakan dalam hidupnya. Sebab panggilan luhur mereka sebagai perempuan atau laki-laki yang sesungguhnya adalah menjadi manusia sempurna, manusia sejati, yakni sebagai perempuan sejati atau sebagai laki-laki sejati.
- Iman Katolik memberi penegasan bahwa pria atau wanita pada dasarnya merupakan anugerah Allah yang indah dan patut disyukuri. Maka perlu dihormati, dijalankan dan dikembangkan secara benar dan bertanggung jawab. Mengembangkan diri sebagai perempuan atau laki-laki pertama-tama berarti mengembangkan diri agar sebagai perempuan atau laki-laki, mampu memancarkan citra kekuatan dan kasih Allah yang lemah-lembut.
- Bersamaan dengan itu, mengembangkan diri menjadi perempuan atau laki-laki dapat diwujudkan pula dengan sejak dini menjaga kemurnian dan kesucian, baik fisik (tubuh) maupun jiwa. Tentang kesucian Tubuh, Santo Paulus dalam Suratnya kepada umat di Korintus menegaskan bahwa tubuh kita merupakan Bait Roh Kudus (1Kor. 6:13b-20), yakni tempat roh Allah hadir dan berkarya dalam diri manusia. Maka, kita tidak hanya perlu menghormati tubuh kita, melainkan merawatnya dan menggunakan tubuh kita sesuai dan demi kemuliaan Allah sendiri.
- Lebih jauh dalam syahadat ditegaskan kembali bahwa tubuh kita juga akan dibangkitkan kembali, diubah, dan disempurnakan oleh Allah pada saat kebangkitan. Kita percaya akan adanya kebangkitan badan. Maka tubuh manusia tidak hanya fisik-jasmaniah, melainkan bersifat spiritual-rohaniah, yang dari padanya harus menghasilkan buah-buah kebajikan dan susila yang baik. Jangan sampai tubuh yang kita miliki menjerumuskan kita ke dalam dosa.
- Sebagaimana diuraikan dalam pelajaran sebelumnya bahwa Allah menciptakan manusia baik perempuan maupun laki-laki sebagai citra-Nya. Maka panggilan manusia, entah sebagai perempuan atau laki-laki, menampilkan dan memancarkan diri sebagai Citra Allah. Secara lebih khusus, dalam artikel 2335 ditegaskan bahwa manusia, entah perempuan atau laki-laki harus mampu memancarkan citra (gambaran dari) kekuatan dan cinta kasih Allah yang lemah lembut. (bdk. artikel 2335)
Katekismus Gereja Katolik Artikel 2335
Kedua jenis kelamin mempunyai martabat yang sama dan, walaupun atas cara yang berbeda-beda, merupakan citra kekuatan dan cinta kasih Allah yang lemah lembut.
- Gambaran Allah yang kita imani adalah Allah yang kuat kuasa. Kekuatan Allah itu tak akan tergoyahkan oleh kekuatan apapun juga. Kekuatan Allah bukan kekuatan untuk menindas dan menguasai; melainkan untuk melayani, mengasihi, membahagiakan dan menyelamatkan.
- Gambaran Allah yang kita imani juga adalah Allah yang Mahakasih. Kasihnya lemah lembut, penuh pengampunan dan tanpa batas. Allah menyatakan kasih-Nya yang lembut serta tanpa batas itu dengan rela menyerahkan anak-Nya sendiri menjadi korban tebusan bagi manusia sampai wafat di kayu Salib.
- Salah satu usaha memampukan diri sebagai pancaran kekuatan dan kasih Allah itu, maka kita diajak menjaga kesucian diri, baik sebagai perempuan maupun laki-laki, sebagaimana diungkapkan dalam Katekismus Gereja Katolik (bdk. artikel 2342-2345).
Katekismus Gereja Katolik Artikel 2342
Memperoleh pengendalian diri adalah satu tugas yang membutuhkan waktu. Kita tidak boleh berpendapat bahwa kita telah memperolehnya untuk selama-lamanya. Kita harus selalu berusaha terus-menerus dalam segala situasi kehidupan. Dalam bagian kehidupan tertentu, ketika kepribadian dibentuk, ia menuntut satu usaha khusus, misalnya dalam masa kanak-kanak dan dalam masa muda.Katekismus Gereja Katolik Artikel 2343
Kemurnian mengikuti hukum pertumbuhan: ia melewati beberapa tahap, di mana ia masih tidak sempurna dan mudah untuk berdosa. Manusia yang berkebajikan dan murni adalah “suatu makhluk dalam sejarah, yang dari hari ke hari membentuk diri melalui sekian banyak keputusannya yang bebas; karena itu ia mengenal, mencintai dan melaksanakan kebaikan moral juga secara bertahap” (FC 34).Katekismus Gereja Katolik Artikel 2344
Kemurnian adalah satu tugas pribadi; tetapi ia menuntut juga satu usaha kultural, karena “pertumbuhan pribadi manusia dan perkembangan masyarakat sendiri saling tergantung” (GS 25,1). Kemurnian mengandaikan penghormatan kepada hak-hak manusia, terutama sekali hak atas pembinaan dan pendidikan, yang memperhatikan dimensi susila dan rohani kehidupan manusia.Katekismus Gereja Katolik Artikel 2345
Kemurnian adalah satu kebajikan susila. Ia juga merupakan anugerah Allah, satu rahmat, satu buah roh Roh Kudus yang menganugerahkan kekuatan untuk mengikuti kemurnian Kristus kepada mereka yang dilahirkan kembali dalam air Pembaptisan.
- Melalui pelajaran ini, para remaja diharapkan sejak dini belajar melatih diri bersikap kritis dalam memilih dan memilah hal-hal yang mendukung perkembangan kepribadiannya dan berusaha dengan keras menghindari dan menolak hal-hal yang dapat merusak dirinya.
Catatan penting Buku Guru K13 Kelas 7
Renungan harian dengan pendekatan pribadi. Kunjungi dan subscribe channel YouTube Risalah Immanuel. Upload setiap hari jam 6 pagi WITA!